Senin, 22 Juni 2009

NASKAH : SETAN DALAM BAHAYA, KARYA : TAUFIK EL-HAKIM.

RUANGAN KANTOR DENGAN PERABOTAN SEDERHANA. FAILASIF ITU SEDANG DUDUK DI TENGAH-TENGAH TIMBUNAN BUKU DAN MAJALAH. MEMBACA DAN BERFIKIR DENGAN SIKAP TENANG. WAKTU MALAM. TELEPON YANG DISAMPINGNYA TIBA-TIBA BERDERING.
FAILASUF : (MENGANGKAT GAGANG TELEPON) : Hallo!..... Hallo!....... Minta bertemu dengan saya?.... Sekarang?.... Soal penting? Di situ siapa?... Apa katamu?... Setan?... Ini bukan waktu bergurau. Dalam larut malam begini mau mengajak orang bergurau?.... Sudahlah. Tolong tutup saja... (MELETAKKAN PESAWAT) Kurang ajar dan kurang punya selera!
(TERDENGAR PINTU KAMAR DIKETUK. PINTU TERBUKA DAN SETAN MUNCUL DENGAN PAKAIAN BERWARNA MERAH).
SETAN : (LEMAH LEMBUT DAN SOPAN) Maafkan aku. Memang benar, kurang ajar dan kurang punya selera. Memang bukan waktu yang tepat untuk berkunjung, tapi keadaannya gawat sekali.
FAILASUF : (KEBINGUNGAN) Engkau?
SETAN : (MENBUNGKUK DAN MERENDAH) Ya. Akulah!
FAILASUF : (BERBISIK) Setan?!
SETAN : Mudah-mudahan tampangku tidak terlalu mengecewakan anganmu.
FAILASUF : Sebaliknya. Tampangmu sama sekali tidak berbeda dengan yang bisa kami lihat dalam gambar-gambar. Bajumu yang mereh..... kedua tandukmu yang kecil... sepasang mata yang menyala... hidungmu yang panjang... dan bentuk badan yang kurus kecil.
SETAN : Aku tidak mengerti bagaimana orang melukiskan aku dengan bentuk semavam itu. Tetapi kalau selama ini memang itu yang kau kenal, akupun akan memakai itu. Kebohongan yang mudah dikenal orang lebih baik daripada kebenaran yang masih tersembunyi.
FAILASUF : (TERKEJUT) Setan! Jadi kau ini setan!? Setan yang sering kami baca beritanya dalam buku-buku, yang sering kami dengar perbuatannya yang aneh-aneh?
SETAN : (MERENDAH DIRI) Dengan segala rendah hati itulah aku. Itulah yang setiap hari kalian sebut dengan segala kebaikan yang kalian tulis, yang kalian ucapkan....... Tentu aku mengikuti semua yang disiarkan tentang diriku yang dihubungkan kepadaku. Kalau mau kuikuti, sebagian besar waktuku niscaya hanya kuhabiskan untuk mengoreksi segala kejadian dan membantah segala macam tuduhan. Aku tidak banyak menggubris segala yang ada dalam buku-buku dan dalam percakapan orang. Barangkali akan terkejut kau kalau mengetahui, bahwa aku cenderung sekali menyendiri... Aku menjauhkan diri dari pergaulan dengan manusia. Inilah rahasianya maka aku tetap muda, dan urat sarafku selalu santai.
FAILASUF : (MENYODORKAN KOTAK SIGARET) Merokok?
SETAN : Boleh juga asal dari kwalitas yang ringan.
FAILASUF : Jangan kuatir, rokokku hanya yang paling ringan.
SETAN : (MENERIMA ROKOK) Terima kasih.
FAILASUF : (MENYALAKAN ROKOK TAMUNYA) Soalnya kau memang tidak suka merokok kecuali hanya untuk membantuku dalam berfikir.
SETAN : Berfikir tentang apa?
FAILASUF : Tentang pekerjaanku. Tentu kau sudah tahu, profesiku ialah berfikir.
SETAN : Tentu. Seorang failasuf yang paling penting. Begitulah dikatakan orang kepadaku. Itulah sebabnya aku datang kepadamu malam ini, maksudku supaya kau berfikir untukku.
FAILASUF : Berfikir untukmu? Engkau?
SETAN : Ya. Kau harus berfikir untukku. Untuk melepaskan aku dari bencana yang hampir menimpa kepalaku ini.
FAILASUF : (TERKEJUT) Bencana?! Akan menimpa kepalamu? Engkau?
SETAN : Ya. Tolonglah aku. Tak ada orang yang dapat menolong kepalaku ini selain kepalamu yang penuh pikiran itu. Carilah akal buat aku. Buat menjauhkan aku dari bahaya.
FAILASUF : Engkau dalam bahaya?
SETAN : Sedang menimpa... Mengancam sampai punah... Aku gemetar dalam ketakutan sekarang.
FAILASUF : Luar biasa!
SETAN : Cepat! Berfikirlah buat aku. Bagaimana caranya aku dapat terhindar dari itu?
FAILASUF : Terhindar dari?
SETAN : Dari bahaya yang mengancamku. Pikirkanlah buat aku. Tolonglah pikirkan, failasuf. Bukankah kau failasuf? Bukankah profesimu itu berfikir? Berpikirlah buat aku sekarang juga. Cepat pikirkan.... pikirkan....
FAILASUF : (BERPIKIR-PIKIR) Ini aku sedang berpikir sekarang.... sedang berpikir...
SETAN : (MERENUNG MELIHAT KEPADA FAILASUF, YANG JUGA SEDANG MENEKUR MENGHIMPUN PIKIRANNYA) Ya. Engkau memang sedang mengumpulkan pikiranmu baik-baik. Kuharap kecerdasanmu yang raksasa itu akan melahirkan buah pikiran yang efektif....
FAILASUF : (TIBA-TIBA MENGANKAT KEPALA SAMBIL BERTERIAK) Aneh sekali!
SETAN : (GEMBIRA) Sudah dapat!? Sudah dapat!?
FAILASUF : Ya. Sudah kudapati bahwa kau belum menyebutkan kepadaku bahaya apa yang sedang mengancamu itu, dan yang mau dicarikan pemecahannya....
SETAN : Engkau tidak pernah menanyakan itu kepadaku.
FAILASUF : Di sinilah pokok persoalan yang telah menimbulkan keanehan tadi. Perlu kutanyakan kepadamu sebelum aku berpikir....
SETAN : Engkau sudah berpikir sebelum bertanya!
FAILASUF : Maafkan. Sudah jadi kebiasaanku begini... Kami, kalangan failasuf kadang berpikir berpanjang-panjang...... Kemudian pikiran kami sering berakhir dengan sebuah pertanyaan....
SETAN : Bukan begitu, tuan.... kuharap... jangan membuang waktuku. Aku datang kepadamu dalam larut malam begini supaya kau berpikir untukku dengan hasil yang akan dapat memecahkan persoalan.
FAILASUF : Kalau begitu baik, kita mulai dengan pertanyaan bahaya apakah yang mengancammu?
SETAN : Perang!
FAILASUF : (TERKEJUT) Perang mengancam kau?
SETAN : Tentu sekali mengancam aku. Apa yang membuat kau jadi terkejut dalam hal ini! Dan kukira kau bukan tidak tahu. Bom-bom atom dan peluru-peluru kendali akan menghancurkan dunia dan membinasakan umat manusia.
FAILASUF : Apakah dalam hal ini engkau sangat mengasihi manusia?
SETAN : Sangat mengasihi diriku.
FAILASUF : Apa urusanmu?
SETAN : Hidupku bergantung kepada manusia. Dimana ada manusia di situ ada aku. Kalau terjadi kiamat dan segalanya berakhir, maka akupun bersama yang lain berada di depan di tempatku harus menemui nasibku yang sudah termaktub serta kesudahanku yang tak dapat dielakkan lagi.
FAILASUF : (TERKEJUT) Jadi kalau begitu, perang yang akan datang, yang akan menghancurkan segalanya itu, tidak menguntungkan kau?
SETAN : Sama sekali tidak.
FAILASUF : Dan siapa diantara bangsa-bangsa itu yang akan mengobarkan perang?
SETAN : Mana aku tahu!?
FAILASUF : Aneh! Dunia semua menduga, setanlah yang menggoda pemimpin-pemimpin negara besar itu supaya mereka mengobarkan api peperangan yang akan datang. Sekarang malah setan sendiri mau cuci tangan dan mau mungkir.....
SETAN : Tuan yang terhormat, sudah gilakan aku mau membakar dunia ini seluruhnya termasuk aku sendiri didalamnya?
FAILASUF : Masuk akal.
SETAN : Tolol aku? Aku mau bunuh diri? Seperti kukatakan, sekarang aku senang menyendiri dan hidup tentram. Tetapi rupanya ada orang-orang yang senang ribut-ribut dan hidup dalam kegaduhan selalu. Bunyi-bunyi letusan jadi hiburan buat mereka. Sebegitu jauh memang begitulah hidup mereka. Sebelum itu aku masih bisa memasang jari-jariku ditelinga.... Tetapi menurut hematku soalnya sudah berkembang. Bunyi-bunyi letusan itu khususnya buat aku sudah bukan hanya sekedar bunyi-bunyian.
FAILASUF : Jadin kau menginginkan...?
SETAN : Perang dilarang.
FAILASUF : Cukup aneh. Apa kesulitannya buat kau membisikkan di telinga pemimpin-pemimpin negara besar itu.
SETAN : Yang sudah kulakukan dan kubisikkan kata-kata perdamaian... Dalam markas-markas tentara sudah ada golongan-golongan yang mencetak siaran-siaran, membuat propaganda, dan mengajukan perdamaian. Tetapi apa yang terjadi dengan semua ini? Kata-kata “damai” itu sudah berubah artinya menjadi kata searti dengan “perang”. Dalam kamus-kamus tak ada kata-kata lain yang akan dapat kubisikkan kedalam telinga mereka untuk mencegah perang itu.
FAILASUF : Apa yang dapat kukerjakan?
SETAN : Itu sebabnya maka aku datang kemari dengan sebuah permohonan kepadamu.
FAILASUF : Kepadaku?
SETAN : Ya. Terpikir olehku kemudian bahwa aku harus menemui seorang failasuf. Aku harus mencari suatu gagasan dari seorang failasuf yang akan dapat menjauhkan bahaya perang.... sekarang aku sudah datang kepadamu.
FAILASUF : (MERENUNG) Gagasan mencegah perang? Ya... Ini bukan suatu hal yang mustahil bagi oran-orang seperti kami kalangan failasuf. Usaha kami ialah melahirkan pikiran-pikiran, sudah tentu aku dapat memberikan apa yang kau minta itu.
SETAN : (BERSERU) Hidup! Hidup! Umat manusia sudah diselamatkan....
FAILASUF : Tunggu dulu, setan, sayangku. Tunggu dulu. Biayanya harus sam-sama kita setujui dulu.
SETAN : Biaya? Biaya apa?
FAILASUF : Bukankah engkau sudah mendatangi aku waktu tengah malam begini dan aku meninggalkan pekerjaanku supaya aku berpikir untukmu, memeras otak untuk kepentinganmu?
SETAN : Bahkan untuk kepentingan umat manusia.
FAILASUF : Aku selalu bekerja demi keperntingan umat manusia. Tapi ini tidak menghalangi aku menerima imbalan dalam menyiarkan karangan dan pikiran-pikiranku.
SETAN : Engkau sekarang berpikir untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran!
FAILASUF : Sarjana-sarjana yang sekarang sedang sibuk membuat bom atom dan hidrogen, yang akan membinasakan segala yang ada, adakah mereka melakukan itu demi Allah?
SETAN : Sudah tentu mereka menerima upah.
FAILASUF : Jadi kenapa kau mau supaya aku berpikir cuma-cuma demi setan?
SETAN : Aku mengira kau hanya memperhatikan cita-cita luhur saja.
FAILASUF : Seperti kau?
SETAN : Kau mengejek?
FAILASUF : Sebaliknya. Aku memahami keadaanmu. Engkau berhak hanya memikirkan cita-cita luhurmu saja, sebab kau seorang diri.... tidak punya isteri.
SETAN : Apa kau sudah beristeri?
FAILASUF : Tentu. Itu sebabnya aku jadi seorang failasuf. Setiap suami yang sudah hidup beristeri selama sepuluh tahun atau lebih dia failasuf. Tanpa diperlukan belajar sebatang huruf pun tentang filsafat.
SETAN : Aneh juga. Kau bicara tentang sesuatu yang tak pernah ku alami : perkawinan.
FAILASUF : Tak pernah terpikir olehmu suatu waktu kau akan kawin?
SETAN : Sama sekali tidak. Akupun tidak tahu kenapa. Mungkin itu suatu kesalahan.
FAILASUF : (MENATAP KEPADANYA) Kesalahan sebab kau belum kawin?
SETAN : Pada waktu yang tepat.... Dengan segala kebodohan kuhabiskan umurku yang panjang ini begitu saja... sejak manusia diciptakan, hingga saat ini... tanpa terpikir olehku akan mengubah cara hidupku ini.... sekarang saat terakhir..... sudah dekat.... Adakalanya orang-orang yang nakal itu aka berhasil juga menghancurkan dunia ini.
FAILASUF : Dan kau belum lagi memasuki dunia.....
SETAN : (TIDAK MENGERTI) Apa katamu?
FAILASUF : Maksudku kau belum lagi memasuki dunia perkawinan.
SETAN : (MELIHAT KEPADANYA SEKETIKA LAMANYA) Tapi kau tidak tampak sudah tua...
SETAN : Engkau mau membujukku.
FAILASUF : Aku mau membujukmu?
SETAN : Tapi bagimanapun juga aku sudah jemu hidup menyendiri dan membujang begini.... terbayang olehku bahwa dunia perkawinan yang sudah tertutup buat aku... (PINTU YANG TERTUTUP DALAM KAMAR ITU TIBA-TIBA TERBUKA. MUNCUL SEORANG PEREMPUAN DENGAN PAKAIAN RUMAH YAITU ISTERI SANG FAILASUF)
ISTERI : (BERTERIAK) Belum habis-habis juga membaca dan menulis?! Lampu listrik yang terpasang sepanjang malam ini dengan uang atau tidak dengan uang?! Dan siapa yang membayat tiap bulan? Dari kantongmu atau dari uang belanjaku?
SETAN : (BERBISIK) Siapa beliau?
FAILASUF : Isteriku.
SETAN : Biasa sajalah bicara dengan dia, dia tidak melihat aku dan tidak mendengar suaraku.
ISTERI : (KEPADA SUAMINYA) Bicara! Kenapa kau Cuma menggerak-gerakkan bibir, dan melihat ketempat kosong!?
FAILASUF : (MENOLEH KEPADANYA) Melihat kepadamu. Apa permintaanmu?
ISTERI : Permintaanku. Kau sudah tahu benar dan kau sudah mahir pula, pura-pura tidak tahu. Tapi aku sudah bersumpah akan melaksanakan semua.... mau tidak mau....
FAILASUF : Dengan kekerasan?
ISTERI : Engkau tidak mau menyelesaikan persoalan-persoalan kita dengan kerukunan keluarga.
FAILASUF : Aku? Aku orang yang suka damai?
ISTERI : Rupanya. Tapi hatimu laki-laki serba tegang dan tukang berkelahi. Maumu segalanya dalam rumah ini berjalan menurut perintahmu saja. Menurut kemauan nafsumu saja.... Menurut pikiranmu!
FAILASUF : Apa tidak boleh aku punya pendapat sendiri dalam rumah?
ISTERI : Tuan. Pendapatmu kau simpan dalam buku-bukumu. Tapi uangmu kau simpan dalam rumah.
FAILASUF : Jadi maumu engkaulah yang jadi penguasa rumah tangga?
ISTERI : Tentu.
FAILASUF : Dan yang begini kau namakan apa?
ISTERI : Prinsip.
FAILASUF : Dan kedudukanku apa dalam rumah?
ISTERI : Tenang-tenang saja di kamar buku seperti kedudukanmu selama ini.
FAILASUF : Tidak jadi masalah.
ISTERI : Aku tidak mengerti kata-katamu yang filosofis itu.
FAILASUF : Kau Cuma mengerti mengambil uang dari aku, dan kau mau menguasaiku....
ISTERI : Menguasai kau? Pandai sekali kau mengarang-ngarang kata. Itu hanya bikinanmu, untuk kemudian dipergunakan melawan aku, aku yang begini melarat, tidak pandai membela diri dengan kata-kata.
FAILASUF : Tapi kau pandai menyerang dengan perbuatan.
ISTERI : Aku belum lagi menyerang.
FAILASUF : Kau memulai dengan pertengkaran. Bukan kau yang merampas dompetku dari tanganku pagi tadi? Sesudah kau cengkram aku dengan kukumu yang panjang-panjang itu, lalu kau pergi ketoko, lalu kau beli kaos kaki dan parfum buat kau sendiri saja, lalu kau pulang tanpa membelikan sebuah kemeja buat suamimu, untuk menggantikan kemeja yang sudah tua, sudah kumal.
ISTERI : Kenapa aku harus membelikan buat kau, padahal kau menyembunyikan dari mataku uang yang kau terima?
FAILASUF : Tuduhan palsu yang selalu kau lemparkan kepadaku. Aku masih menyembunyikan apa dari kau, padahal hidungmu bisa mencium bau uang, seperti pawang ular yang bisa mencium bau ular.
ISTERI : Di sini tidak ada ular selain lidahmu yang mengeluarkan racun.
FAILASUF : Untung racunku tidak mempan buat kau.
ISTERI : Untung begitu? Segala yang kau cita-citakan cuma ingin meracuni hidupku.
FAILASUF : Dan kau? Pernahkah sekali saja kau mogok tidak akan meyakiti hatiku?
SETAN : (BERBISIK KEPADA SANG FAILASUF) Yang begini ini perkawinan?
FAILASUF : Ya. Sedap nian. Bukan begitu?
ISTERI : Lagi-lagi kau menggerak-gerakkan bibirmu dan melihat ke tempat kosong.
FAILASUF : Juga soal bibirku kau mau campur tangan, soal mataku kau mau ikut-ikutan! Bukankah itu hakku mau bicara dengan siapa dan melihat kemana saja?
ISTERI : Tak ada orang lain dalam kamar ini selain aku.
FAILASUF : Kata siapa?
ISTERI : Maksudmu di sini sekarang ini ada orang lain selain aku? Melihat dan bicara dengan dia?
FAILASUF : Selain kau? Tentu disini ada yang lain. Kau kira dalam dunia ini tidak ada yang lain selain kau
ISTERI : Ada urusan apa dengan dunia? Aku bicara hanya tentang ruangan ini. Apa ada pihak ketiga?
FAILASUF : Tentu!
ISTERI : Siapa? Coba!
FAILASUF : Takkan kusebutkan.
ISTERI : Ada pihak ketiga yang kau lihat di sini sekarang?
FAILASUF : Tentu.
ISTERI : Tapi kenapa kau lihat dan aku tidak dapat melihatnya?
FAILASUF : Apakah itu dosaku kalau aku dapat melihat dan kau tidak dapat melihat?
ISTERI : Seribu kali sudah kukatakan, bicaralah dengan orang lain dengna memakai filsafatmu itu. Tapi disini, dalam rumah ini, bicaralah memakai otak saja.
FAILASUF : Apa artinya otak buat kau, perempuan?!
ISTERI : Begitu? Pikiranmu selalu mau memberikan kesan, bahwa jenismu itu tidak sama dengan jenisku, dan bahwa pikiranmu itu di tempat yang lebih tinggi daripada pikiranku. Kau mau meyakinkan aku bahwa aku lebih kecil disampingmu, dan bahwa engkau melihat yang tidak kulihat, bisa menangkap yang tidak dapat kutangkap. Kau mau menguasai aku. Akulah batang yang paling keras seperti yang kau duga. Aku punya kepribadian yang tidak bisa lumat di bawah kepribadianmu.
FAILASUF : Apa gagasan ini yang membuat kau marah?
ISTERI : Bagaimanapun juga tidak mungkin aku jadi anak bawangmu.
FAILASUF : Lalu mau jadi apa?
ISTERI : Nyonya rumah ini.
FAILASUF : Dan aku? Bukan aku disini taun rumah?
ISTERI : Jadi apa sajalah. Tapi aku yang berkuasa dalam rumah ini.
FAILASUF : Dan aku yang dikuasai.
ISTERI : Tidak mungkin dalam satu rumah ada kekuasaan dan dua kepengurusan. Hanya satu perintah, satu penguasa.
FAILASUF : Yaitu akulah.
ISTERI : Tidak. Malah aku inilah.
FAILASUF : Masuk akal yang begitu?
ISTERI : Soalnya bukan soal akal.
FAILASUF : Soal kekuatan.
ISTERI : Sayang sekali memang begitu. Dan akan kulihat sekarang, siapa diantara kita yang menag. Baru saja kau katakan, bahwa kau melihat apa yang tidak dapat kulihat. Enyahlah. Pembohong kau! Sekarang aku melihat lebih banyak dari kau... orang yang bersama kita dalam kamar ini.....
FAILASUF : Kau melihatnya?! Siapa?!
ISTERI : Setan.
SETAN : (BERBISIK) Aneh sekali. Bagaimana ia mencium bauku!
FAILASUF : (TERKEJUT) Sekarang kau melihat bersama kita?
ISTERI : (TANPA MENOLEH ATAU MENYADARI ADANYA SETAN YANG SEBENARNYA) Ya, baiklah kita berhati-hati! Sekarang dia berada di antara kita aku dan kau. Kau tidak tahu – SEBAGAI SEORANG FAILASUF – perumpamaan yang mengatakan : “Bila laki-laki hanya berdua saja dengan perempuan, yang ketiganya pasti setan?”
SETAN : (BERBISIK KEPADA FAILASUF) Tidak selamanya. Malam ini aku disini dengan kau hanya kebetulan saja, seperti kau tahu.
FAILASUF : Ya aku tahu. (KEPADA SETAN)
ISTERI : (MENGIRA KATA-KATA ITU DITUJUKAN KEPADANYA) Kau tahu? Ya, memang, perumpamaan ini memang suatu kenyataan. Dan bukti adanya setan di tengah-tengah kita sekarang, dialah yang membujuk aku sekarang supaya merenggut tempat tinta yang didepanmu ini dengan cara begini. (CEPAT-CEPAT IA MERENGGUT TEMPAT TINTA) Dan akan kulemparkan dengan segala isinya ke kepala dan pakaianmu, dan buku-bukumu.
SETAN : (BERBISIK KEPADA FAILASUF) Kejam benar. Percaya kau bahwa aku yang mengatakan kepadanya supaya berbuat begitu?
FAILASUF : Tidak. Tentu aku tidak percaya.
ISTERI : (MENGANGKAT TEMPAT TINTA) Tidak percaya? Percayalah bahwa aku akan melakukan ini kalau tidak cepat-cepat menyerah tanpa syarat. Pula.
FAILASUF : (SUARA KERAS) Kau sudah gila?! Kau akan melemparkan tempat tinta ini dengan tintanya yang masih ada?!
ISTERI : Tinta merah sepert darah. Menyerahlah sekarang juga. Dan nyatakan kau tunduk total.
FAILASUF : Tunduk total?!
ISTERI : Dan tanpa syarat. Kalau tidak kulemparkan ini... (MENGERAK-GERAKKAN TANGANNYA) Tempat tinta ini...
FAILASUF : (SUARA KERAS) Apa ini?! Bom?! Bom atom?!
ISTERI : (MENGANCAM DENGAN TEMPAT TINTA) Terserah apa yang akan terjadi. Menyerah atau...
FAILASUF : (MENOLEH KEPADA SETAN MEMINTA TOLONG) Bagaimana pendapatmu?
SETAN : (BERBISIK) Pendapatku? Engkau menanyakan pendapatku, padahal kedatanganku kemari mau minta pendaptmu? Apa kepalamu yang ini yang mau berpikir untukku buat mencegah perang?
FAILASUF : Perang yang dalam kamarku (MENUNJUK KEPADA ISTERINYA). Dialah yang mengumumkan perang?
SETAN : (KELUAR) Aku kecewa behadapan dengan kau.
FAILASUF : Mau pergi kau? Dan meninggalkan aku berada dalam ancaman. Tolong, tolonglah aku.
SETAN : Biarlah aku menolong diriku sendiri lebih dulu dari tempat ini... sebelum bom atommu itu kalian lemparkan dalam kamar ini. (IA LARI KELUAR MELALUI PINTU SAMBIL MELAMBAIKAN TANGAN TANDA SELAMAT TINGGAL)

Tidak ada komentar: