Selasa, 30 Juni 2009

NASKAH : PERMAINAN CATUR, KARYA : KENNETH SAWYER GOODMAN.

NASKAH : PERMAINAN CATUR
KARYA : KENNETH SAWYER GOODMAN
ALIH BAHASA : W.S RENDRA
PELAKU : SAMUEL GLASPELL
  OSCAR YAKOB
  ANTONIO
  VERKA
  ALGOJO
ALGOJO : Yang mulia, hari ini saya telah menyelesaikan sebelas nyawa.
SAMUEL GLASPELL : Bagus sekali, kau melaksanakan tugamu dengan baik sekali. (ALGOJO BERLALU) Bagaimana Antonio? (TERSENYUM) Rupanya kau telah kehilangan kecerdikanmu.
ANTONIO : Sebentar yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Pionnya barangkali.....
ANTONIO : Bukan (MAIN) Nah....sudah.
SAMUEL GLASPELL : Hah....begitu ya, bagus....bagus, rupanya kecerdikanmu telah kembali bukan? (MEMBUNYIKAN BEL)
ANTONIO : Apakah waktunya sudah habis yang mulia?
SAMUEL GLASPELL : Tidak, kita masih punya waktu 10 menit lagi untuk menyelesaikan permainan ini.
ANTONIO : Yang mulia sudah bosan main catur rupanya?
SAMUEL GLASPELL : Tidak, saya tidak pernah bosan main catur, dengarkanlah Antonio apabila saya bosan main catur, itu artinya saya telah bosan hidup. Permainan catur adalah tantangan bagi ketajaman otak serta kekuatan jiwa manusia, sebagai taktik cinta, taktik perang, politik.....dan lain-lain sebagainya. Apabila permainan caturku buruk, maka saya akan berhenti menjadi menteri urusan kepolisian. Kita orang pemerintah tidak hanya meletakkan nyawa dalam kekuatan tangan kita. Tapi kita harus mengasah kepala kita untuk menjalankan tugas seefektif mungkin. Kita harus menjaga agar sempurna, persis gerakannya, licin jalannya. Ya, ya begitulah caranya kita mengabdi pada pekerjaan kita. Apabila mesin-mesin dalam kepala kita ini mogok atau macet, maka kita tak punya arti apa-apa lagi.
ANTONIO : Tapi, pikiran yang mulia melayang agaknya.
SAMUEL GLASPELL : Begitukah? Baiklah, baik.... (MAIN DENGAN CEPAT) Nah, coba kau lawan ini kalau bisa.
ANTONIO : Sebuah gerakan yang dapat menyelamatkan raja yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Kau rasakan sekarang saya melamun? Saya bermimpi, pikiranku melayang-layang. Kemudian datanglah gerakan secepat kilat. Nah, ketangkasan taktik. Pada lintasan akal sekejap itulah letak kekuatanku.
ANTONIO : Yang mulia, itu inspirasi namanya...!!!
SAMUEL GLASPELL : Mungkin, tetapi dibalik inspirasi itu kita tak boleh melupakan pada taktik permainan kita.
(VERKA MASUK)
VERKA : Apakah yang mulia memanggil saya?!?
SAMUEL GLASPELL : Apakah ada orang yang bernama Oscar Yakob?
VERKA : Orang yang bernama Oscar Yakob membawa surat keterangan dari yang mulia, telah menunggu di ruangan sekretaris.
SAMUEL GLASPELL : Saya perkenalkan kau membawanya sepuluh menit lagi.
VERKA : Harap dimaafkan yang mulia. Tetapi, tuan sekretaris mohon bertanya. Apakah perintah yang diberikan Antonio benar?
SAMUEL GLASPELL : Perintah apa?
VERKA : Bahwa orang yang bernama Oscar Yakob itu tak perlu digeledah.
SAMUEL GLASPELL : Tak ada alasan menggeledah orang itu!
(VERKA PERGI)
SAMUEL GLASPELL : Giliranmu Antonio. Kita masih punya waktu dua menit untuk main catur dan satu menit untuk tanya jawab.
ANTONIO : (MAIN) Nah, begini yang mulia....
SAMUEL GLASPELL : Begitu ya....lalu begini...? (MAIN)
ANTONIO : Hah, saya dapat menskak yang mulia dalam lima langkah lagi.
SAMUEL GLASPELL : Dua menit sudah habis Antonio. Sekarang katakanlah, apakah kau yakin bahwa agen-agen tak salah mengusut keterangan mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu.
ANTONIO : Sangat yakin yan mulia. Saya mohon pada yang mulia kemarin, karena telah jelas diketahui oleh agen-agen saya bahwa Oscar Yakob masuk komplotan anti pemerintah dan dia memdapat tugas dari pimpinannya untuk membunuh yang mulia, dua orang bawahannya telah kami tangkap dua hari yang lalu, dan tak mesti diragukan lagi mengenai orang yang bernama Oscar Yakob itu. Mengenai laporan sejarah hidupnya, sejak dia lahir sampai sekarang telah kami serahkan pada yang mulia kemarin. Tentu yang mulia telah memahaminya.
SAMUEL GLASPELL : Ya, ya.... riwayat hidupnya telah aku hafal diluar kepala, meskipun saya telah menganugrahkan kepadanya untuk berwawancara pribadi dengan saya. Juga saya telah memberikan perintah yang tegas untuk tidak mengeledah dia. Dengan singkat saya telah melakukan pekerjaan yang tolol bukan?
ANTONIO : Saya tak berhak meragukan kebijakasanaan yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Apa? Kau tak berhak meragukan kebijaksanaanku. Tapi dalam hati kau meragukannya. Saya dapat melihat dibalik pandangan matamu ketika kau bekata dalam hati “yang mulia Samuel Glaspell, dibalik omongannya yang manis tidak seperti biasanya lagi. Dia telah mundur, dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya”. Apa kau kira saya penakut?!?
ANTONIO : Yang mulia.......
SAMUEL GLASPELL : Saya kadang-kadang berfikir begitu, bahwa sekali waktu tak ada lintasan akal yang timbul seperti kilat, bahwa saya akan bikin skak mat untuk selama-lamanya, itulah sebabnya kau kupanggil kemari berjam-jam main catur denganku. Saya sangat terganggu untuk melakukan permainan dengan....si Oscar Yakob itu.
ANTONIO : Jadi yang mulia punya alasan yang kuat untuk bertemu dengan orang itu?
SAMUEL GLASPELL : Kau akan bisa memahami alasanku ini.
ANTONIO : Tapi orang itu ditugaskan untuk membunuh yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Biarlah...
ANTONIO : Tapi dalam hal ini saya mengusulkan pada yang mulia...untuk berhati-hati terntu akan lebih aman apabila...
SAMUEL GLASPELL : Cukup! Jangan bicara seperti anak kecil Antonio. Saya tau apa yang sedang kau fikirkan “Samuel Glaspell tidak sepertinya, dia telah kehilangan sesuatu yang menyebabkan kehilangan kekuatannya. Dia telah lamban dan dia butuh dijaga”....nah, sekarang kerjakan saja apa yang telah saya tugaskan padamu, dan jangan lebih dari itu.
ANTONIO : Apakah caturnya harus saya singkirkan yang mulia?
SAMUEL GLASPELL : Jangan, kau sentuh atau dirubah. Kita akan menyelesaikan nanti (ANTONIO INGIN MENGATAKAN SESUATU TAPI RAGU-RAGU). Nanti kupanggil kau dengan bel. Baiklah, kulihat kau akan berkata sesuatu kau kira....permainan catur ini tak dapat dilanjutkan? Kita lihat saja nanti.
ANTONIO : Saya mohon kepada yang mulia agar ber....
(VERKA MASUK DENGAN OSCAR YAKOB)
VERKA : Oscar Yakob menghadap.... (DENGAN LANTANG)
SAMUEL GLASPELL : Begitu ya jadi kau yang bernama Oscar Yakob itu. Bagus kalau begitu.
OSCAR YAKOB : Ya, saya Oscar Yakob.
SAMUEL GLASPELL : Bois Nastrada Oscar Yakob.
OSCAR YAKOB : Bois Nastrada Samuel Glaspell.
SAMUEL GLASPELL : Ternyata begitu sukar berjumpa dengan saya? Susah bertemu dengan Samuel Glaspell
OSCAR YAKOB : (KEPADA ANTONIO DAN VERKA) Nah, apalagi yang kalian nantikan? Orang ini mempunyai sesuatu yang penting untuk disampaikan, tapi dia seorang pemalu dihadapan orang banyak. Dia tidak bisa berkata apa-apa....
ANTONIO : Yang mulia, saya akan menanti dikoridor.
SAMUEL GLASPELL : Nonsens, omong kosong! Pergilah kekebun, carilah ispirasi disana, ayo pergilah!
(ANTONIO DAN VERKA PERGI)
SAMUEL GLASPELL : Duduklah dikursi itu! (PADA OSCAR YAKOB) Saya ingin memandangmu baik-baik. (OSCAR YAKOB CURIGA) Ahh, tak ada orang lain mengintai kita. Kamar ini berada diujung dan dipojok rumah. Dibelakang tak ada apa-apa selain jendela, tak ada balkon dan tak ada lemari. Bukalah pintu darimana kau masuk tadi. Tak ada orang dikoridor, boleh kau kunci bila kau menghendakinya. Baik, sekarang duduklah dan katakanlah apa yang kau inginkan? (MEMBISU) Oh, tiba-tiba jadi bisu ya. Tak tau bagaimana memulainya, malu atau bagaimana? Hmm....
OSCAR YAKOB : Tidak, saya berkata dalam hati!
SAMUEL GLASPELL : Ha, berkata dalam hati?
OSCAR YAKOB : Saya bertanya dalam hati, mengapa yang mulia memberikan kesempatan ini?!?
SAMUEL GLASPELL : Kesempatan? Kesempatan apa?
OSCAR YAKOB : Kesempatan saya untuk membunuh yang mulia!
SAMUEL GLASPELL : Kau mau membunuh saya, jadi itu soalnya bukan? Baiklah, saya juga sedang memikirkan hal itu, tentu sekarang saya lebih yakin lagi, bagus, teruskan!
OSCAR YAKOB : (TENANG DAN BIASA) Tuhan menyerahkan anda ketangan saya.
SAMUEL GLASPELL : Jangan Tuhan kita itu, kita ikut-ikutan. Buanglah kalimat tolol dan omong kosang itu. Saya sangsi apakah Tuhan masih mempunyai perhatian terhadap orang semacam aku dan kau, sayalah yang menyerahkan diriku kepadamu, tak lebih persoalan dari itu. Dengan gampang saya menjebakmu, tapi tidak. Bahkan tak perlu lagi pistolmu kau sembunyikan dibalik kantongmu itu!
OSCAR YAKOB : Yang mulia rupanya bermurah hati.
SAMUEL GLASPELL : Bukan, bukan bermurah hati, saya hanya tergoda ingin tahu bagaimana kau memainkan pistolmu, nafsu ingin tahu ini meluap-luap barang kali, keluarkanlah barang itu Oscar Yakob, silahkan!
OSCAR YAKOB : Yang mulia ini yang mendebarkan hati kita berdua.
SAMUEL GLASPELL : Dan mengharukan begitu? Ya, begitu mengharukan hati. Bagus, bagus Oscar Yakob. (POSISI TANGA SAMUEL GLASPELL MENDEKATI BELL)
OSCAR YAKOB : (MENGELUARKAN PISTOL) Jauhkan tangan anda dari bell itu, dangan hormat yang mulia Samuel Glaspell!
SAMUEL GLASPELL : Saya tak akan membunyikan bell, kau takut mereka datang kemari, kalau bell ini kubunyikan bukan? Tidak, apakah saya begitu tolol mengira kau takut, baiklah kalau saya gerakkan tangan, tentu kau menembakku.
OSCAR YAKOB : Ya!
SAMUEL GLASPELL : Nah, teruskanlah. Saya takkan melakukan gerakan itu.
OSCAR YAKOB : Tak ada seorangpun diatas bumi ini yang dapat menyelamatkan anda, Samuel Glaspell.
SAMUEL GLASPELL : Demikian juga denganmu sobat, kau takkan bisa meninggalkan ruangan ini dengan selamat, ya... katakanlah dalam keadaan sehat walafiat.
OSCAR YAKOB : Saya akan mencoba keluar dengan selamat, Samuel Glaspell.
SAMUEL GLASPELL : Tidak, itu berlebih-lebihan rasanya. Saya memang membiarkan kau masuk, tapi saya tak biarkan kau keluar, kau akan kehilangan kawan yang berguna Oscar Yakob.
OSCAR YAKOB : Yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Terserah padamu untuk mengakhiri wawancara ini. Tembaklah! Kau pasti sangat benci padaku? Hingga rela mengorbankan nyawamu untuk membunuhku.
OSCAR YAKOB : Saya tak benci pada anda.
SAMUEL GLASPELL : Begitukah, sinting sekali, kupikir orang-orang sejenismu membenci padaku, barangkali kau hanya menjilatku dengan menunjukkan perasaanmu. Boleh, jilatilah dengan cara...
OSCAR YAKOB : Tak ada hasrat untuk menjilat anda.
SAMUEL GLASPELL : Ahh, begitu. Jadi saya akan menjalani sesuatu tanpa dijilat dulu?
OSCAR YAKOB : Perasaan pribadiku tak campur apa-apa dalam hal ini, aku alat Tuhan.
SAMUEL GLASPELL : Lagi-lagi begitu. Tak ada hubungannya Tuhan dengan semua ini. (TERSENYUM) Oh ya, apa kebetulan kau pandai main catur?
OSCAR YAKOB : Mengapa anda bertanya begitu? (NERVOUS)
SAMUEL GLASPELL : Sebab kau telah menengahi permainan caturku, Antonio tadi mengancam saya, akan menskak dalam lima langkah, tidak... tidak semudah itu Oscar Yakob.
OSCAR YAKOB : Saya telah cukup mendengar anda melucu, Samuel Glaspell!
SAMUEL GLASPELL : Jadi kau tak bisa main catur. Baiklah, saya telah berjanji untuk meneruskan permainan itu nanti, coba kita lihat saja nanti.
OSCAR YAKOB : Tentu yang mulia mempunyai satu kehendak.
SAMUEL GLASPELL : Sudah say katakan padamu tadi, apabila kau telah bosan dengan wawancara ini, terserah padamu untuk mengakhiri hidupku. Apa lagi yang kau tunggu, kenapa kau jadi lamban?!?
OSCAR YAKOB : Apakah yang mulia tidak ingin berdoa?
SAMUEL GLASPELL : Berdoa? Siapa yang ingin mendengarkan doa dari orang semacam saya? Tidak, saya lebih suka berbincang-bincang.
OSCAR YAKOB : Terserah pada yang mulia.
SAMUEL GLASPELL : Ya, kita berbincang-bincang sampai cukup keberanianmu untuk melaksanakan tugasmu.
OSCAR YAKOB : (DENGAN GAGAH) Tak perlu keberanian untuk menyelesaikan orang semacam anda.
SAMUEL GLASPELL : (TENANG DAN YAKIN) Orang akan membutuhkan keberanian, walau hanya untuk membunuh tikus sekalipun.
OSCAR YAKOB : Samuel Glaspell! Saya adalah orang yang terpilih.
SAMUEL GLASPELL : O, begitu, jadi pilihan telah jatuh padamu. Suatu kehormatan, suatu keistimewaan. Kau menganggapnya begitu bukan? Sebagai seorang pemberontak kau pasti mempunyai cita-cita politik bukan?
OSCAR YAKOB : Saya tak punya cita-cita politik.
SAMUEL GLASPELL : Tak punya cita-cita politik? O, begitu, juga tak ada kebencian perseorangan, lalu apa? Coba ceritakan padaku.
OSCAR YAKOB : Saya adalah seorang petani, bapak saya petani, kakak saya juga petani. Anda seorang bangsawan, nenek moyang anda seorang pangeran dan bangsawan. Ini adalah masalah penindasan dan perbudakan melawan sejarah kekejaman dan penindasan, saya tak peduli. Hari ini saya hanya memikirkan hari kemarin dan hari yang akan datang. Tindakan anda sangat kejam dan keras. Tak usah diragukan lagi. Itupun saya tak peduli. Semua itu saya tidak ikut-ikutan dalam hal ini, penderitaan saya sendiri juga saya tidak ikut-ikutan. Semuanya tak berarti mendorong saya melakukan perbuatan. Anda dan saya tak berarti apa-apa. Ini adalah kasta melawan kasta. Saya menggabungkan diri dalam partai revolusioner. Betul, anda menamakan saya agen mereka. Ya. Meskipun saya tak tahu cita-cita mereka untuk negara ini, saya tak akan mempedulikannya. Saya hanya mengerti bahwa gerombolan pada siapa saya bergabung, adalah perjuangan yang mewakili gelora hati saya. Saya menuruti karena saya berhak untuk mendendam darah dan kelahiran saya...
SAMUEL GLASPELL : Ya, kau orang yang fanatik.
OSCAR YAKOB : Adalah hukum alam bahwa saya melawan anda.
SAMUEL GLASPELL : Ahaa, jadi secara alam kau memusuhiku? Sejarah penderitaan melawan penindasan, begitu. Hari ini kau telah melupakan segala-galanya bukan? Duka deritamu yang tak seberapa dan kekejaman yang tak seberapa, kau anggap tak perlu kau perdulikan? Kau hanya berpendapat dirimu tak lebih dari tangan dendam, dari satu kasta terhadap kasta lain. Oh, kau digerakkan oleh debu-debu bangkai nenek moyang bukan? Engkau memukul udara dengan gada asap. Engkau terjerumus didalam kedangkalan dan kepicikan, apa yang engkau kerjakan kini adalah hinaan yang fanatik terhadap keadilan.
OSCAR YAKOB : Tanganku telah gatal Samuel Glaspell! (MENGANCAM)
SAMUEL GLASPELL : Tunggu! (TENANG) Masih ada sesuatu hal yang akan saya katakan, sesuatu hal yang akan kau kenang diantara waktu kau membunuhku dan kau dibunuh. Sebenarnya... Oscar Yakob adalah... saya, bukan kau....!!!
OSCAR YAKOB : Omong kosong! Apa pula ini?!?
SAMUEL GLASPELL : Engkaulah Samuel Glaspell.
OSCAR YAKOB : Gila... anda gila...!!! (MENGANCAM DENGAN PISTOL)
SAMUEL GLASPELL : Tunggu! Ketika kau masih kanak-kanak, kau punya saudara pungut. Kau biasa berkejar-kejaran diladang. Biasa tidur bersama, bertangkar memperebutkan boneka barang mainan dan ketika berumur tujuh tahun, ada seorang penunggang kuda dari timur, lalu mengambil saudara pungutmu itu pergi, dan apabila kau menangis mencarinya, ayahmu memukulmu. Apakah kau masih ingat semua itu?
OSCAR YAKOB : Ya, saya masih ingat semua itu dengan baik. (DATAR)
SAMUEL GLASPELL : Ayahmu meninggalkan ibumu pada tahun berikutnya, sebentar waktu kemudian ibumu meninggl dunia, ia tak pernah bercerita perihal audara pungutmu itu. Kau lalu pergi kerumah pamanmu dan akhirnya kau magang pada tukang sepatu.
OSCAR YAKOB : Cukuplah, anda tak bisa mepesona dengan riwayat hidup saya, itu tak membuktikan apa-apa, spion anda tahu saja tentang hal itu. Siapa saya dulu dan siapa saya sekarang, bagaimana saya ini dan bagaimana saya itu.
SAMUEL GLASPELL : Ya, memang cukup semua itu, seperti kau katakan tadi, itu tak membuktikan apa-apa, tapi kita saudara angkat.
OSCAR YAKOB : Apa buktinya?
SAMUEL GLASPELL : Ibumu yang baik hati rupanya telah tertarik pada sebuah lelucon yang tak menguntungkan. Ia telah mengirimkan anaknya sendiri agar dibesarkan sebagai anak bangsawan, sedangkan seorang pangeran yang dititipkan kepadanya untuk melindunginya dari bahaya seorang jenderal markis, telah ia kirim ke Brudenburg, untuk menempuh hidup yang kau.... kau sendiri tahu macam bagaimana itu.
OSCAR YAKOB : Beri say bukti lainnya!
SAMUEL GLASPELL : Saya takkan memberimu ciri dan bukti kepadamu.
OSCAR YAKOB : Ahaa, apa lagi sekarang. Apalagi yang akan anda dongengkan kepada saya?
SAMUEL GLASPELL : Sayalah petani itu. Dan engkaulah bangsawan itu. Saya dan engkau adalah anak petani itu. Mengertikan engkau sekarang? Mengapa saya namakan tugasmu itu tugas kegila-gilaan.
OSCAR YAKOB : Bohong, bohong! Apapula tujuan anda, maka anda berbohong?!?
SAMUEL GLASPELL : Tak ada. (TENANG)
OSCAR YAKOB : Apakah anda mengharapkan aku membuang pistol ini keluar jendela dan memeluk anda sebagai saudara tua... ha... (TERTAWA SETENGAH MATI)
SAMUEL GLASPELL : Saya tak mengharapkan apa-apa. Saya insyaf, saya sadar bahwa saya adalah orang mati yang berbicara dengan orang mati.
OSCAR YAKOB : Bohong, bohong! Dari puncak sampai kedasar-dasarnya.
SAMUEL GLASPELL : Betul seratus persen. Tak ada alasan untuk membohongi anda. Bukankah kau bertanya padaku? Kenapa kau kuberikan kesempatan untuk membunuhku? Apa yang kau rencanakan sudah terjadi beberapa minggu yang lalu. samuel Glaspell telah hilang keseimbangannya. Saya sesungguhnya ingin bunuh diri, saya harus mati, tapi kematian macam apa, saya tak tahu, itulah sebabnya kau datang kemari tidak digeledah. Kaulah yang akan menjalankan kematian itu.
OSCAR YAKOB : Itu sajalah alasan anda untuk bertemu dengan saya?
SAMUEL GLASPELL : Apakah tidak cukup alasan untuk bertemu dengan memberikan kematian itu?
OSCAR YAKOB : Nah, apa lagi yang akan anda ceritakan.
SAMUEL GLASPELL : Saya hanya meminta agar segera menyelesaikan tugasmu. Kecuali kau merasa berat untuk membunuh saudara angkatmu... Oscar Yakob yang sebenarnya, apabila demikian halnya, pergilah, pintu masih terbuka bagimu.
OSCAR YAKOB : (TAJAM) Manis sekali, mengharukan sekali, kembali? Dan mengatakan pada teman-temanku bahwa aku telah melepaskan Samuel Glaspell yang begis itu dari ujung pistolku, karena dia telah menceritakan sebuah cerita anak-anak tentang dua orang bersaudara angkat, yang sangat mengharukan?!? Tidak...(MENGOKANG PISTOL)
SAMUEL GLASPELL : Bunuhlah saya kalau begitu!
OSCAR YAKOB : (MEMBIDIK) Sa....
SAMUEL GLASPELL : Tembaklah!
OSCAR YAKOB : Sa... saya tak bisa. Bagaimanapun juga ada kemungkinan bahwa yang kau katakan mungkin benar. (MELETAKKAN PISTOLNYA) Bagaimanapun saya tak dapat hidup kalaupun itu dusta. Dan demi Tuhan sayapun akan mati kalau itu benar.
SAMUEL GLASPELL : Pendeknya, bagaimanapun juga kita berdua harus mati.
OSCAR YAKOB : Ya, demikianlah, tapi aku tak berani bunuh diri, harus ada jalan lain.
SAMUEL GLASPELL : Apakah kau cukup berani minum racun? Ya, bagus... apakah kau lihat cincin ini? Kalau saya tekan sebuah pernya... begini... ada tepung yang hebat dibawah akiknya, lihat. Didalamnya, kita melotre, salah seorang dari kita akan meminum racun. Yang seorang lagi menggunakan pistol, gampang bukan?
OSCAR YAKOB : Ya, sekarang aku jadinya telah mengetahui tipu muslihat anda, bohong! Setiap kata anda adalah bohong! Saya bisa menduga anda dengan jelas, anda memang tukang sulap yang licik seperti setan. Tapi saya tak mau diundi dengan orang sejenis anda.
SAMUEL GLASPELL : Kalau begitu pakailah dengan caramu. Lihatlah racun ini, telah lebih cukup untuk kita berdua. Ambillah anggur sendiri-sendiri, sesudahnya bagi dalam dua gelas, satu untukmu dan satu untuk saya dan untuk memuaskan hatimu, sayalah yang minum lebih dulu.
OSCAR YAKOB : Anda akan bersikeras sampai saat terakhir bukan? Baiklah, kita lihat saja nanti. (MENCAMPURKAN DAN SEBAGIAN UNTUK SAMUEL GLASPELL)
SAMUEL GLASPELL : Untuk kematian yang nikmat saudara angkatku. (MINUM)
OSCAR YAKOB : Haa. Ternyata kau memang seorang pemberani. (MENGANGKAT GELAS DAN BERHENTI) Bagaimana... bagaimana kalau anda saya tinggalkan sekarang, bagaimana?
SAMUEL GLASPELL : Para pengawalku telahku perintahkan untuk menangkapmu begitu kau keluar.
OSCAR YAKOB : Dalam hal ini, untuk penebusan dosa-dosa anda, saudara angkatku. (MINUM)
SAMUEL GLASPELL : Duduklah!
OSCAR YAKOB : (DUDUK TAPI TEGANG) Apakah kita harus menunggu lama?
SAMUEL GLASPELL : Mungkin lima menit, itu tadi adalah ramuan timur, sebab ramuan ini adalah pelupa diri yang sempurna. Saya percaya bahwa dia bekerja tanpa mendatangkan kesakitan. Saya telah diberitahu, kita nanti akan menjadi mati rasa dan indera kita. Apakah kau merasa mengantuk?
OSCAR YAKOB : Tidak. Saya merasa indera saya lebih tajam, suara anda nyata jelas kedengarannya.
SAMUEL GLASPELL : Kalau begitu coba angkat tanganmu!
OSCAR YAKOB : Rasanya sangat berat. (OSCAR YAKOB BERUSAHA MENGANGKAT TANGANNYA) Apakah anda takut mati yang mulia?
SAMUEL GLASPELL : Tidak, saya tidak takut mati sobat. (MENATAP TAJAM)
OSCAR YAKOB : Sa.... ya juga tidak.
SAMUEL GLASPELL : Sekarang coba kau angkat kakimu!
OSCAR YAKOB : Tak bisa.... aneh, saya merasa perasaan saya mati.
SAMUEL GLASPELL : Demikian juga saya sobat. Dapatkah kau bangkit dari kursimu.
OSCAR YAKOB : (PERLAHAN) Sa... ya... tak bisa menggerakkan tangan saya. Barangkali saya bisa bergerak kalau saya berusaha keras, tetapi saya kehilangan perasaan saya,.... sa.... ya merasa sakit, hanya kepala berdering-dering.
SAMUEL GLASPELL : Begitukah....?!? apakah kau masih dapat mendengar suara saya dengan jelas? 
OSCAR YAKOB : Ya, saya masih mendengar.
SAMUEL GLASPELL : Hemm, he... he... (TERTAWA PANJANG DAN SINIS)
OSCAR YAKOB : Katakan demi dosa-dosa anda. Apakah yang kau ceritakan tadi benar? Dan benarkah bahwa Samuel Glaspell itu adalah saya sendiri..?!?
SAMUEL GLASPELL : Demi dosa saya... he... he...
OSCAR YAKOB : Apabila semua itu benar, saya mohon kepada anda untuk memaafkan saya....
SAMUEL GLASPELL : Tak ada yang harus dimaafkan.
OSCAR YAKOB : (TERASA MENDEKATI AJAL) Te... terima kasih.
SAMUEL GLASPELL : Demi penebusan dosa-dosa saya Oscar Yakob, apa yang saya ceritakan adalah dusta belaka, (SAMUEL GLASPELL BERDIRI DAN SALING BERTATAPAN) Saya telah berdusta kepadamu. Aku bukan saudara angkatmu. Engkaulah Oscar Yakob dan saya adalah Samuel Glaspell. Saya telah berdusta kepadamu, ha... ha...
OSCAR YAKOB : (BERUSAHA UNTUK BANGKIT DAN MENGAMBIL PISTOL TETAPI KEBURU DIRAMPAS OLEH SAMUEL GLASPELL, AKHIRNYA IA LEMAS)
SAMUEL GLASPELL : (BERDIRI DIHADAPANNYA) Nah, engkau masih bisa bicara bukan?!?
OSCAR YAKOB : Engkau iblis, engkau pembohong, setidak-tidaknya engkau tak bisa lolos dari saya. Saya tak perlu lagi menghantammu.
SAMUEL GLASPELL : He... he.. he... (TERTAWA PANJANG SINIS)
OSCAR YAKOB : Ejeklah aku, engkau pun tak dapat memungkirinya.
SAMUEL GLASPELL : Saya takkan mati Oscar Yakob. (SINIS)
OSCAR YAKOB : Tetapi saya tahu, bahwa saya melihat juga kau meminum racun itu, bukan? Kaupun akan mampus Samuel Glaspell.
SAMUEL GLASPELL : (TERSENYUM SINIS) Ya, kita minum bersama, bukan? Matamu tak pernah lepas dari aku bukan? Begitu? Dan kaupun belum mau meminumnya sebelum saya menghabiskan minuman saya sampai titik terakhir, bukan?
OSCAR YAKOB : Saya melihat kau minum apa yang saya minum.
SAMUEL GLASPELL : Begitukah, ini adalah tipu muslihat timur, kalau kau mau tahu seorang dalam keadaan takut, akan terus menerus merasa diracuni, perlahan-lahan, sedikit demi sedikit akan tumbuh kekuatan dalam tubuhnya untuk melawan racun yang bagi orang lain menimbulkan kematian. Demikian juga dengan saya, kebiasaan berhati-hati yang sangat fantastis sudah menjadi kebiasaan saya. Berhubungan dengan jabatan saya, setiap saat saya selalu berhati-hati dan bersiap-siap terhadap racun. Kebiasaan yang bertahun-tahun itu, mendatangkan kekuatan dalam tubuh saya, ya... kau masih mendengar suara saya bukan? Inilah gunanya mengetahui pengetahuan timur. Saya bisa menyombongkan diri saya kepadamu, bahwa saya sanggup menghabikan dua atau tiga gelas lagi tanpa mendapatkan gangguan apa-apa. Tapi satu gelas saja sudah dapat membuat kau terbunuh.
(OSCAR YAKOB BERUSAHA UNTUK BANGKIT TETAPI TAK MAMPU)
SAMUEL GLASPELL : Tak ada faedahnya Oscar Yakob, saya menyarankan padamu untuk berpegangan erat-erat pada kursi itu!
OSCAR YAKOB : (SUARANYA NAIK TETAPI TERSENDAT) Kenapa... kenapa kau berusaha berbuat begitu padaku Samuel Glaspell.
SAMUEL GLASPELL : Demi surga, saya punya hukum alam. Kau juga punya hukum alam, bukan. Kau teoritis, kau anarki, kau jagal darah saudara lelakimu, berjaga dijalan kota dan mencabut nyawa kerabat dan sahabatku, pembela kestabilan negara, pembela kekuatan pemerintah. Apakah ini bukan apa-apa?!? Apakah tidak ada lagi tuntutan yang fantastis?!? Nah, Tuhan menyerahkan kau padaku, saya alat Tuhan bukan kau Oscar Yakob. Masih bisa mendengarkanku?!?
OSCAR YAKOB : Ya... (DENGAN NADA BERAT)
SAMUEL GLASPELL : Bagus, bagus... satu hal lagi! Kenapa saya merisaukan nyawa saya untuk mengambil nyawamu? Kau pasti ingin tahu bukan? Mengapa saya mebiarkan kau masuk dengan bebas tanpa digeledah? Kau ingin tahu juga kalau kau masih punya tenaga? (TERTAWA) Sebab orang mulai mengira bahwa Samuel Glaspell tidak seperti biasa, dan saya sendiri sudah mulai sangsi akan kecerdikan saya, maka dari itu saya menguji diri saya sendiri. Saya harus melemparkan diri saya sendiri ketengah pusara, saya harus berhadapan dengan lop pistolmu. Saya harus menggencet hidup saya dengan hidupmu dalam sebuah perjuangan mati-matian, kemudian dimana saya tidak mempunyai senjata, tidak mendapatkan pertolongan, dari siapapun, kecuali.... ini. (SAMBIL MENUNJUK OTAKNYA)
OSCAR YAKOB : Engkau iblis, engkau bangsat, engakau keparat....!!! (SAMBIL MENERKAM DAN JATUH KELANTAI)
SAMUEL GLASPELL : Begitu.... begitu.... sudah tamat rupanya... baiklah. (SAMBIL MERAIH ALAS UNTUK MENUTUPI OSCAR YAKOB)
(IA KEMUDIAN MERAIH GELAS MINUMAN, MEMPERHATIKAN PAPAN CATUR. HINGGA AKHIRNYA IA MENEKAN BELL. VERKA MASUK)
VERKA : Apakah yang mulia memanggil saya?
SAMUEL GLASPELL : Panggil Antonio, permainan catur akan segera dilanjutkan.
VERKA : Segera yang mulia.
(VERKA KELUAR, SAMUEL GLASPELL DUDUK KEMBALI DIHADAPAN PAPAN CATUR)
OSCAR YAKOB : Begitu menterinya... lalu... pionnya... tidak, ya... ya...!
(ANTONIO MASUK)
ANTONIO : Yang mulia... yang mulia telah menghakimi orang ini sendiri? (SAMBIL TERSENYUM KAGUM)
SAMUEL GLASPELL : (TERSENYUM DAN MINUM) Antonio, permainan catur kita lanjutkan. Coba kau lihat langkahku menghindar skakmat lima langkahmu!
ANTONIO : (SEMAKIN KAGUM)
  TAMAT.




NASKAH : NYANYIAN ANGSA, KARYA : ANTON CHEKOV.

NASKAH : NYANYIAN ANGSA
KARYA : ANTON CHEKOV
PELAKU : VASILI SVIETLOVIDOFF (AKTOR, USIA 68 TAHUN)
  NIKITA IVANITCH (PEMBISIK)
SKEMA INI TERJADI DIATAS PENTAS SEBUAH TEATER DAERAH, MALAM HARI, SETELAH PEMENTASAN SELESAI. DISEBELAH KANAN KEADAANNYA TAK TERATUR, DAN ADA PINTU-PINTU USANG TAK BERCAT KEKAMAR-KAMAR PAKAIAN. DISEBELAH KIRI DAN DILATAR BELAKANG PENTAS, SISESAKI OLEH BERMACAM-MACAM BARANG USANG. SEDANGKAN DISEBAGIAN TENGAH ADA SEBUAH KURSI POLOS TERJUNGKIR.
SVIETLOVIDOFF : (DENGAN LILIN DITANGANNYA, KELUAR DARI KAMAR PAKAIAN DAN TERTAWA) Ya, ya... ini gila sekali! Sungguh ini lelucon yang bagus! Aku jatuh tertidur dikamar pakaian setelah pentas habis, dan disitu aku dengan tenang mengorok setelah semua meninggalkan gedung teater ini. Akh! Aku memang orang tua yang tolol, situa yang sialan! Kiranya aku telah minum lagi, sehingga aku jatuh tertidur didalam sana, tergeletak. Sungguh pintar! Selamatlah kau pemuda gaek! (MEMANGGIL) Yegorhka! Petrushka! Dimana kalian setan? Petrushka! Kedua bajingan itu tentulah sudah tertidur, dan meskipun gempa takkan bisa membangunkan mereka sekarang. Yegorhka! (MENGAMBIL KURSI POLOS, LALU DUDUK SETELAH MELETAKKAN LILIN DIATAS LANTAI) Tak ada suara! Hanya gema yang menyahut aku. Aku beri Yegorhka dan Petrushka persen setiap hari, dan sekarang mereka telah hembus dan mungkin sekali telah mengunci gedung teater ini. (MENGGOYANG-GOYANGKAN KEPALA) Aku mabuk! Ugh... Pementasan malam ini sangat mengembirakan, dan alangkah gilanya jika dipikir berapa banyak bir dan anggur yang telah kutuang kedalam tenggorokan untuk menghormati peristiwa ini. Luar biasa! Rasanya tubuhku ikut tenggelam seluruhnya dan kurasa macam ada dua puluh lima lidah dalam mulutku. Sungguh gila! Tolol sekali! Si jahanam yang malang dan gaek ini telah mabuk lagi, dan bahkan tidak tahu apa sebenarnya yang dirasakan! Ugh... Kepalaku remuk, seluruh tubuhku menggeletar dan aku merasa gelap lagi dingin macam didalam kolong dibawah tanah. Bahkan aku jika tidak lupa hancurnya kesehatanku, semestinyalah aku harus ingat umurku, betul-betul si gaek yang tolol aku ini. Ya, umurku telah tua! Tak ada guna lagi. Dan aku berlakon dengan tolol, pongah dan berpura-pura muda. Pdahal hidupku sekarang telah usai. Kuciumi juga tanganku yang telah enam puluh tahun berlalu dan yang tak mungkin dapat kulihat kembali! Aku kosongkan botol itu, hanya tinggal beberapa tetes lagi didasar. Itupun Cuma kerak-kerak. Ya, demikianlah halnya, Vasili, pemuda gaek. Waktu telah tiba bagimu untuk melatih peranan sebagai seorang mummy. Biar kau sukai itu atau tidak. Kematian ini sedang diperjalanan menujumu. (MELOTOT KEATAS) Aneh sekali, meskipun aku telah berada dipentas empat puluh tahun selama ini, tapi baru untuk pertama kali inilah aku menyaksikan gedung teater ini malam hari, setelah lampu-lampunya dipadamkan untuk pertama kalinya! (BERJALAN BANGKIT KEARAH LAMPU KAKI) Alangkah gelapnya disini. Aku tak dapat melihat apa-apa. Oh, aku juga dapat melihat lobang tempat sipembisik dan mejanya, terbaring didalam liang yang gelap, hitam, tak berdasar, macam kuburan dimana maut mungkin lagi bersembunyi...brrr...betapa dinginya ini. Angin berhembus dari teater kosong ini seperti keluar dari terowongan baru. Ini tempatnya hantu! Tengkukku menjadi bergidik. (MEMANGGIL) Yegorhka! Petrushka! Dimana kalian berdua? Apa yang menyebabkan aku merasa benda-benda disekitar sini menyeramkan? Aku mestinya diberi minum, aku seorang tua, aku tak akan tahan hidup lebih lama lagi. Pada usia enam puluh delapan tahun orang pergi beribadah dan bersiap-siap untuk kematian, tetapi aku disini, ya Tuhan! Anak yatim ini mabuk dalam pakian tololnya, aku tak pantas lagi kelihatna begini. Aku mesti pergi untuk menukarnya sekali... ini memang tempat maut, dan tentu aku mampus ketakutan kalau duduk disini semalam ini. (KELUAR MENUJU KAMAR PAKAIAN, DAN DIWAKTU ITU JUGA NIKITA IVANITCH TIBA-TIBA MUNCUL DENGAN PAKAIAN SERBA PUTIH DARI KAMAR PAKAIAN DIUJUNG PENTAS. SVIETLOVIDOFF YANG MELIHAT IVANITCH MENJERIT KAGET MUNDUR KEBELAKANG) Siapa kau? Apa? Apa perlu kau? (MENGHENTAKKAN KAKI) Siapa kau?
IVANITCH : Ini aku, tuan....
SVIETLOVIDOFF : Siapa kau?
IVANITCH : (DATANG MENDEKATI PERLAHAN) Ini aku, tuan, si pembisik Nikita Ivanitch. Ini aku, tuan, aku!
SVIETLOVIDOFF : (TERHENYAK DOYONG KEKURSI, BERNAFAS SESAK DAN MENGGELETAR HEBAT) Ya, tuhan! Siapakah kau? Itu... kau, kaukah Nikitushka? Apa... apa yang kau perbuat disini?
IVANITCH : Aku menginap malam ini disini didalam kamar pakaian. Mohon sekali, jangan kau beritahukan kepada Alexi Femitoh, aku tak punya tempat lain untuk menginap malam ini, sungguh-sungguh tak punya.
SVIETLOVIDOFF : Akh! Kiranya kau itu Nikitushka, bukan? Cobalah pikir, menyeruku enam belas kali. Mereka memberikan tiga bungkus bunga dan banyak lagi benda-benda lain. Antusias mereka sudah melonjak-lonjak, namun tidak sebuah hatipun datang setelah pementasan selesai untuk membangunkan orang tua yang malang dan mabuk ini, lalu membawanya pulang kerumah. Dan akulah orang tua itu Nikitushka! Aku telah berumur enam puluh delapan tahun, sakit-sakitan lagi, dan aku tak punya harapan lagi untuk hidup. (JATUH MEMELUKI LEHER IVANITCH LALU MENANGIS) Jangan pergi jauh Nikitushka. Aku sudah uzur, tak ada harapan lagi, dan kurasa inilah saatnya aku mati. Oh, ini sangat mengerikan, mengerikan sekali.
IVANITCH : (KASIHAN DAN PEHUH RASA HORMAT) Tuanku, kini kau sebaiknya pulang saja, tuan.
SVIETLOVIDOFF : Aku tak mau pulang, aku tak punya rumah, tidak, tidak, tidaaak!
IVANITCH : Oh, tuan! Masa kau lupa dimana kau tinggal?
SVIETLOVIDOFF : Aku tak mau pulang kesana, akau tak mau! Aku cuma sendirian disana, aku rak punya keluarga, Nikitushka. Aku seperti angin yang berhembus lintas dipadang-padang yang sepi. Aku akan mati dan tak seorangpun akan mengingatku. Sungguh mengerikan sendirian ini, tak ada orang membahagiakan aku, tak ada yang mengasihi aku, tak ada yang mau menolong aku ketempat tidur kalau aku mabuk. Punya siapa aku ini? Siapa yang membutuhkan aku? Dan siapakah yang mencintaiku? Tak sebuah hatipun, Nikitushka.
IVANITCH : (MENANGIS) Penonton mencintai kau, tuan.
SVIETLOVIDOFF : Penonton sudah pulang. Mereka semua sudah tidur dan melupakan si badut tuanya. Tidak, tak seorangpun membutuhkan aku. Aku tak punya siapa-siapa.
IVANITCH : Oh, tuanku. Jangan jadi murung karenanya!
SVIETLOVIDOFF : Tetapi aku seorang laki-laki. Dan aku masih hidup, segar, darah masih terus mengalir dalam nadi-nadiku, darah warisan bangsawan. Aku seorang aristokrat, Nikitushka. Aku telah mengabdi dalam ketentaraan, dibidang altileri, sebelum aku jatuh begini hina. Dan betapa gagahnya aku dulu dimasa muda! Tampan, gagah dan berani. Kemanakah perginya itu semua? Apa jadinya itu semua dimasa tua? Tentulah ada liang yang telah menelan itu semua! Aku kenang semua itu sekarang. Empat puluh lima tahun hidupku tenggelam disitu dan hidup apa itu, Nikitushka? Aku sekarang dapat melihat dengan jelas seperti wajahmu. Remaja yang riang, bersemangat, gairah, pujaan wanita, wanita, Nikitushka!
IVANITCH : Sebaiknya sekarang kau pergi tidur saja, tuan.
SVIETLOVIDOFF : Ketika aku baru-baru naik kepentas, semasih darah remaja bergejolak, aku ingat ada seorang wanita yang jatuh cinta karena actingku. Dia sangat cantik, tinggi semampai, muda tak bercela, suci dan berseri-seri laksana fajar dimusim panas, semua dapat tembus menyinari kegelapan malam. Masih kuingat ketika sekali aku pernah berdiri didepannya seperti sekarang aku berdiri didepanmu. Dia seakan kelihatan tak begitu mencintaiku seperti kenyataannya kemudian, maka berkatalah dia kepadaku, supaya sama memandang dengan pandangan yang demikian! Pandangan yang tak dapat kulupakan. Tidak, bahkan tidak sampai keliang kubur sekalipun. Begitu kasih, begitu lembut, begitu dalam, begitu bersinar ceria! Dengan sangat riang, mabuk kepayang, aku duduk berlutut dihadapannya, lalu aku mohon demi kebahagiaan, dan berkatalah dia “Tinggalkan pentas!” tinggalkan pentas, kau mengerti? Dia dapat mencintai seorang aktor, tetapi buat mengawininya, tidak! Aku sedang berlakon pada suatu ketika, ya, kuingat, aku berperan sebagai badut yang tolol dan setelah berlakon, aku merasa mataku jadi terbuka, karena apa yang kulihat, kuanggap pemujaan kepada seni begitu suci, sebenarnya adalah khayalan dan impian kosong belaka. Bahwa aku adalah budak, yang tolol dan jadi barang permainan orang-orang asing yang sia-sia. Akhirnya aku mengerti kepada penontonku, dan sejak hari itu aku tak percaya lagi kepada tepukan-tepukan mereka atau kepada bungkusan bunga mereka, atau kepada minat mereka.... ya, Nikitushka! Orang memuji aku, mereka beli gambarku, tetapi aku tetap asing bagi mereka, mereka tak mengenalku, dan aku laksana debu dibawah kaki mereka. Mereka memburu-buru agar bisa bertemu kepadaku, tetapi melarang adik atau putrinya mengawiniku, seorang yang hina dina, tidak! Aku tak yakin lagi kepada mereka. (TERHENYAK KEDALAM KURSI POLOS) Tak yakin lagi kepada mereka.
IVANITCH : Oh, tuan! Kau kelihatan begitu pucat pasi, kau menakuti aku dengan kematian! Ayolah pulang, kasihanilah aku...
SVIETLOVIDOFF : Ketika itu telah mengetahui segala-galanya. Dan pengetahuan itu telah dibeli dengan tunai, Nikitushka. Setelah itu... jika gadis itu... nah, kumulailah pengembaraan tanpa tujuan hidup dari hari kehari tanpa peduli apa-apa. Akupun mengambil pelawak murahan, kubiarkan diriku menjadi hancur. Oh, mestinya dulu aku adalah seorang aktor yang besar, namun perlahan-lahan kubuang bakatku jauh-jauh, lalu memainkan banyolan-banyolan tolol, kehilangan pegangan, kehilangan kekuatan ekspresi diri, lalu akhirnya hanya menjadi seorang banci Harry Andrew dari pada seorang laki-laki. Aku telah ditelan seluruhnya kedalam liang besar yang gelap. Aku tak pernah menyadari itu sebelumnya. Tetapi malam ini, ketika aku terbangun elihat kebelakang dan dimana disampingku terbentanglah waktu enam puluh delapan tahun.... barulah aku menyadarinya betapa lamanya itu sudah! Dan semua itu telah berlalu...(TERSEDU-SEDU) semuanya telah berlalu...
IVANITCH : Disana, disana tuan! Diamlah... mudah-mudahan! (MEMANGGIL) Petrushka, Yegorhka!
SVIETLOVIDOFF : Tetapi betapa jeniusnya aku! Aku bisa membayangkan betapa kemampuanku, betapa fasihku, bagaimana menariknya aku, betapa peka dan hebat tali senar (MENEPUK-NEPUK DADA) menggetar didada ini! Sungguh mendebarkan perasaanku memikirkannya! Dengarlah sekarang, tunggu biar aku tarik nafas, yaaahh... sekarang dengarlah ini : “Berlindung, darh Ivan kini kembali terkipas dari bibirku, pemberontakan berkobar, akulah dimitri yang buta! Didalam kobaran api, Boris akan musnah diatas tahta yang kutuntut! Cukup! Pewaris tahta tak lagi nampak berlutut kesana ke Ratu Polandia yang congkak!” (DARI : BORIS GODUNOV, KARYA : PUSHKIN) Jelekkah itu ha? Tunggu... nah ini sesuatu dari Raja Lear. Langit gelap, kelihatan? Hujan turun deras, guruh mengguntur, kilat, zzz zzz menerangi seluruh langit, dan kemudian dengarlah : “Tiuplah angin, hancurkan pelipismu! Amuk! Tiuplah! Kau hujan dan badai meluncurlah sehingga kau basahi puncak menara kami, dan gada-gada. Kau api belerang, pikirkan pasti membakar bangga kenyataan pohon cemara putung disambar petir hanguskan kepalaku yang ubanan! Dan kau segala guruh yang menggelegar pukul ratakan bentuk dunia yang gemuk! Hancurlah kesuburan dunia, segala kecambah leburkan kembali, itulah yang membuat orang tak bersyukur!” (TAK SABAR) Sekarang peran sitolol (MENGHENTAKKAN KAKINYA) Lekas ambil peran sitolol! Cepat. Aku tak bisa menunggu!
IVANITCH : (MENGAMBIL PERAN SITOLOL) “Oh, paman, air suci istana didalam rumah gersang lebih baik dari air hujan diluar rumah ini. Bagus paman, masuklah, mintalah anugrah putrimu, ini adalah malam belas kasihan bagi orang-orang bijaksana maupun orang-orang tolol.”
SVIETLOVIDOFF : “Menggunturlah sesuka hatimu! Muntahkan, bakar! Luncurkan hujan! Bukan Cuma hujan, angin, kilat, tapi putra-putriku. Aku bukan menuntutmu, kau anasir-anasir, dengan kejahatan, aku tak pernah beri aku, kunamakan juga kau anak-anak nada.” Akh! Sungguh mampu dan sungguh berbakat kau! Dan aku memang artis ulung! Selanjutnya kini, jadilah sesuatu lagi yang macam tadi, ambillah ini, dari Hamlet, aku akan mulai..... biarkan aku , bagaimana mulainya? Oh ya, inilah dia. (MENGAMBIL PERAN HAMLET) “Oh! Para pencatat, biarkan aku sendirian, kembalilah kalian. Mengapa kalian bermaksud mencari bauku, sehingga kalian mendesak aku kedalam jebakan?”
IVANITCH : “Oh, tuanku, jikalau tugasku begitu garang, maka kekasihku begitu curang.”
SVIETLOVIDOFF : “Aku sungguh-sungguh tak mengerti itu, maukah kau meniup suling ini?”
IVANITCH : “Tuanku, aku tak pandai.”
SVIETLOVIDOFF : “Kuharapkan kau.”
IVANITCH : “Percayalah, aku tak pandai.”
SVIETLOVIDOFF : “Ini mudah saja seperti berbaring-baring, tutuplah lubang-lubang itu dengan jari dan ibu jari, keluarkan nafas dari mulutmu, dan nanti akan terdengar musik yang sangat merdu, perhatikan itu penutupnya.”
IVANITCH : “Tetapi yang itulah aku tak bisa memainkannya agar caranya cocok, aku tak ahli.”
SVIETLOVIDOFF : “Mengapa? Ingatlah betapa tak berguna yang kau lakukan untukku, kau harus nampak paham akan istirahatku, kau harus bisa menangkap hakikat dari kegaibanku, kau harus mendengar dari catatanku yang mula-mula, sehingga puncak pedomanku. Dan disitulah terdapat pelbagai musik, suara yang indah didalam alat yang kecil ini, meskipun kau tidak bisa meniupnya sehingga berbunyi. Astaga! Kau pikir aku hanya mudah meniup suling ini saja? Sebutlah alat istrument mana yang kau kehendaki, meskipun kau tak yakin kepadaku. Kau memang tak bisa melakukannya untukku...!” (TERTAWA DAN BERTEPUK) Hebat! Hebat sekali! Dimanakah setan yang bersarang didalam usia tua itu? Aku bukan orang tua, semuanya itu omong kosong. Arus tenaga masih mengalir dalam diriku, inilah hidup, gairah dan muda! Usia muda dan jenius tentulah tidak berdampingan bersama-sama. Kau nampak membisu saja, Nikitushka. Tunggulah sejenak sampai kekuasaanku pulih kembali. Oh, rumah! Sekarang perhatikan! Pernahkan kau mendengar begitu lembut seperti musik? Pelan-pelan. “Bulan telah lenyap, tiada lagi cahaya, mendampingi gugusan bintang kesepian yang merapat pucat. Dicakrawala, ada yang tiba-tiba bercahaya bunga putih bersih ditengah-tengah lembah bunga mawar disusupi kunang-kunang, yang cahayanya suram berkedip-kedip, bagai harapan yang enggan menjelma.” (SUARA PINTU-PINTU DIBUKA TERDENGAR) Apakah itu?
IVANITCH : Itu tentu Petrushka dan Yegorhka pulang. Ha, engkau emang jenius, jenius, tuan.
SVIETLOVIDOFF : (MEMANGGIL KEARAH SUARA-SUARA) Kasihanilah anak-anak! (KEPADA IVANITCH) Ayolah kita pergi tukar pakaian. Aku bukan tua. Semua itu tolol, omong kosong! (TERTAWA GEMBIRA) Apa yang kau tangisi? Kau si kakek tua yang malang, kau betapa keadaannya sekarang! Ini bukan kemauan! Ya, ya, sekarang ini bukan kemauan! Mari, mari orang tua, jangan terbeliak begitu. Apa sebabnya kau terbeliak seperti itu? Ya, ya. (MEMELUKNYA SAMBIL MENANGIS) Jangan menangis! Dimana ada seni dan jenius disitu tentu tidak ada ketentuan, kesepian atau penyakit... hanya kematian itu yang makin dekat (TERSEDU-SEDU) tidak, tidak, Nikitushka! Segalanya itu telah berlalu dari kita sekarang! Betapa jeniusnya aku! Aku seperti ruap lemon, botol pecah, dan kau, kau adalah tikus tua gedung teater... pembisik! Ayolah...! (MEREKA PERGI) Aku bukanlah jenius, aku hanya cocok disamakan dengan Fortimbras, bahkan untuk itu aku terlalu tua... ya... kau ingatkan baris-baris ini dari Othello, Nikitushka! “Selamat tinggal kenangan damai! Selamat tinggal jiwa! Selamat tinggal pasukan seragam dan maha perang yang mengalahkan nafsu ingin unggul! O, selamat tinggal! Selamat tinggal ringkik kuda, dan sangkakala terompet, pukulan genderang bersemangat, suling yang menembus pendengaran, bendera kerajaan dan segala makna, kebanggaan, upacara dan segala kejayaan perang!”
IVANITCH : Oohh! Kau memang jenius, jenius!
SVIETLOVIDOFF : Dan ini lagi : “Jauh! Sawang menggelap dibawah bulan Awan segera menghisap cahaya suram terakhir dari malam Jauh! Kumpulan angin segera nanti menyeru gelap dan dinihari yang larut menyelimuti sinar terang dari surgawi.” (MEREKA KELUAR BERSAMA-SAMA. LAYAR TURUN PERLAHAN-LAHAN)




NASKAH : ORANG ASING, KARYA RUPERT BROOK.

NASKAH : ORANG ASING
JUDUL ASLI : LITUANIA
KARYA : RUPERT BROOK
SADURAN : D. DJAJAKUSUMA
PELAKU :
ORANG ASING, BERUMUR KIRA-KIRA 27 TAHUN, PAKAIAN MAHAL DAN BERSIH, TINGGINYA SEDANG, BADANNYA AGAK LEMAH, KUNING, KUMIS, JENGGOT RUNCING HITAM DAN BANYAK BERGERAK.
  IBU, BERUMUR KIRA-KIRA 45 TAHUN ATAU LEBIH, TINGGINYA SEDANG, BADANNYA KUAT, AGAK BUNGKUK KARENA KERAS BEKERJA, MUKANYA KURUS, PENDIAM TAPI SEKALI-SEKALI BISA BANYAK BICARA.
  GADIS, BARUSAJA DEWASA, SEDIKIT AGAK TINGGI DARI IBUNYA, TAPI BADANNYA LEBIH KUAT, MUKANYA KERAS DAN TAK BANYAK BERGERAK.
  AYAH, BERUMUR KIRA-KIRA 49 TAHUN, TINGGINYA SEDANG, KUAT BADANNYA, RAMBUTNYA YANG HITAM MULAI MEMUTIH, PERIANG, BERWATAK KERAS TAPI LEMBUT MENGHADAPI PERSOALAN.
  ANAK MUDA, KIRA-KIRA BERUMUR 23 TAHUN, BADANNYA AGAK TINGGI, MUKANYA KUAT DAN BERSIH.
  TUKANG WARUNG, BERUMUR KIRA-KIRA 40 TAHUN, BADANNYA TINGGI, PERIANG.
  ANAK TUKANG WARUNG, BERUMUR KIRA-KIRA 18 TAHUN, KURUS AGAK HITAM.

INTERIOR SEBUAH RUMAH KAMPUNG DIDAERAH BUMIAYU. SEBUAH MEJA DITENGAH. DIDINDING BELAKANG ADA JENDELA, SEBUAH PINTU DIDINDING BELAKANG SEBELAH KANAN. DIDINDING KIRI ADA DUA PINTU, DEKAT DINDING KANAN DAPUR DAN SEBELAH BELAKANG RAK DENGAN PINGGAN-PINGGAN DAN LAIN-LAIN.
MALAM HARI DIMUSIM PANCAROBA. DILUAR JENDELA TAMPAK TERANG BULAN, REMANG-REMANG DIKEJAUHAN TAMPAK POHON CEMARA.
DISEBELAH KIRI MEJA MENGHADAP KESAMPING, DUDUK ORANG ASING SEDANG MENGHABISKAN MAKANANNYA. GADIS DUDUK DIKURSI ATAU AMBEN KECIL DIDEPAN DAPUR, MEMBELAKANGI PUBLIK. SEMENTARA MENENGOK-NENGOK KEARAH ORANG ASING. IBU MONDAR-MANDIR ANTARA MEJA, AMBEN DAN RAK MEMBAWA PIRING-PIRING MAKANAN DAN LAIN-LAIN. SEBUAH LAMPU ADA DIATAS MEJA.

ORANG ASING : (MENDORONG KURSINYA KEBELAKANG DAN MENGHABISKAN MINUMANNYA) Enak, enak sekali. Sungguh aku rasa, baiklah aku ngaso sekarang. Aku capek sekali habis jalan kaki lewat hutan itu. Alhamdulillah aku mujur sekali menemukan rumah ini.
IBU : Jika ndoro mau menunggu sebentar, suami saya segera datang dari ladang.
ORANG ASING : (BERDIRI) Apakah tidak takut sendiri dirumah terpencil ini, hanya dua perempuan. Malam-malam seperti ini...
IBU : Apa yang akan kami takutkan? Apa yang akan dirampok dari kami dan siapalah yang mau dengan saya? Sinah akan menghajar mereka. Ia lebih kuat dari kebanyakan lelaki.
ORANG ASING : (MEMBUNGKUK DENGAN PERASAAN TIDAK ENAK) Anak itu tegap badannya.
IBU : Dia kuat. Dia harus bekerja diladang dengan ayahnya.
ORANG ASING : Ah, saya kira berat, untuk mengurus segalanya hanya dengan seorang lelaki dalam keluarga atau... (JELAS) ibu punya anak laki-laki tentunya. (MENYINDIR)
IBU : Tidak, dulu ada seorang. Ia minggat waktu berumur tiga belas tahun.
ORANG ASING : (DENGAN TERTAWA KECIL, SOPAN DAN AGAK GUGUP) Sayang, aku sangka wanita ingin ada orang yang akan melindunginya. Dan kini sebagai seorang ibu, ibu tentu akan menerima kembali anak itu bila ia pulang kerumah untuk menolong ibu dihari tua?
IBU : (RAGU-RAGU) Ah, tidak tahu....
GADIS : Ia tenggelam. (JENGKEL)
ORANG ASING : O, maaf. Tapi suami ibu selalu tinggalkan ibu seorang diri.
TERDENGAR SUARA BAPAK DARI KEJAUHAN
IBU : Itu, dia. Biar saya songsong. Silahkan ndoro tunggu sebentar. Sebaiknya ndoro bertemu dia sebelum pergi tidur. (IBU KELUAR)
ORANG ASING : (JALAN AGAK KAKU MENDEKATI GADIS) Aku kira seorang gadis muda dan manis seperti kau, kadang-kadang tentu akan merasa jemu, hidup kerja terus-menerus ditempat seram seperti ini... meski indah sekali pun...
GADIS : (SETENGAH PADA DIRI SENDIRI) Saya punya kegembiraan sendiri.
ORANG ASING : Enak dikota besar. Jalan-jalan terang benderang dan sibuk. Darahmu akan mengalir lebih cepat. Sayang sekali kau tak akan tahu. Tak sadarkah kau hanya akan jadi kasar dan tua disini. Tiap hari akan makin kaku dan bodoh, kerja, kerja, kerja, kemudian kau akan seperti ibumu yang akhirnya kerdil dan jelek kemudian mati. Nah, apa katamu (KETAWA SEDIKIT HISTERIS) bila mendadak datang seorang satria (MELIHAT KEPADA GADIS) dan berjanji akan membawa kau ke kota besar dan kemudian memperlihatkan segala sesuatu kepadamu... membelikan pakaian dan perhiasan... dan memberikan padamu segala yang terbaik, seperti seorang putri...
GADIS : (BERDIRI CEPAT DAN BERJALAN MENUJU ORANG ASING, AGAK PINCANG) Aku pincang, digigit anjing, ndoro ingin lihat? (DIA MENGANGKAT KAINNYA DAN MENUNJUKKAN TEMPAT DIBAWAH LUTUT) Apakah kaku seorang putri seperti ini? Lihat bekas ini. (MEMPERLIHATKAN TANGANNYA) Gara-gara sebuah paku besar ini. (LUTUT KIRI ORANG ASING DIPIJAT DENGAN TANGANNYA DAN MENENGOK KEATAS, SENYUM SEDIKIT. ORANG ASING TERIAK SEDIKIT DAN MELANGKAH MUNDUR AGAK KAGET) Pernah ndoro rasakan tangan seorang putri seperti ini? (DIAM SEJENAK, GADIS JALAN MENUJU KEARAH SEBELAH KIRI LALU MASUK)
ORANG ASING DUDUK, TANGAN DIKAKINYA. MASUK AYAH DAN IBU
IBU : Ini suami saya. (ORANG ASING MENGHAMPIRI AYAH, AGAK GUGUP)
ORANG ASING : Apakah bapak tuan rumah disini? Apa kabar, pak? Istri bapak sangat baik, memperbolehkan aku tidur disini. Aku tersesat dihutan dan kemalaman. Tapi aku sangat beruntung menemukan rumah ini.
AYAH : Bagaimana ndoro sampai dalam hutan dengan pakaian seperti itu?
ORANG ASING : (AGAK BINGUNG) Aku kesasar. Aku coba-coba jalan kaki ke Bumiayu. Hari sangat cerah... aku suka betul jalan kaki dan kebetulan aku mengelilingi kota kecil daerah ini, ada... urusan... ya, urusan pemerintah.
AYAH : Bumiayu? Ndoro terlalu nyasar dari jalan besar. Ndoro tentunya lelah. Apalagi dengan koper itu. Ndoro mungkin nanti bisa dirampok.
Orang sing : (MEMBUKA KOPERNYA) Ah, tak banyak isi koper ini, hanya kertas-kertas saja. (RIANG) Tetapi banyak uang. (MENGELUARKAN UANG) Lihat banyak uang. Dengan ini saya bisa membelikan rumah sepuluh kali sebesar ini lengkap dengan isinya. Aku berani bertaruh kalian belum pernah lihat uang segitu banyak diatas meja. (IA MENGELUARKAN LAGI, KETAWA HISTERIS DAN MINUM TUAKNYA)
AYAH : (TERCENGANG MEMANDANG ORANG ASING) Tidak, ndoro, memang belum pernah. (HENING SEJENAK, IBU BERJALAN KEDAPUR)
IBU : Tidak aman jalan dalam hutan membawa semua itu.
ORANG ASING : Tak ada seorang manusia aku jumpai hari ini, atau sebuah rumah. Inilah rumah pertama yang aku temui. Aku langsung menuju kemari, dari hutan sebelah barat sana. Aku gembira melihat lampu menyala.
HENING SEJENAK. GADIS DATANG LAGI DIAM-DIAM MELALUI BELAKANG DAN DUDUK, SEMENTAR ITU ORANG ASING BICARA.
ORANG ASING : Sangat sunyi dan mengerikan disini. Aku kira orang bisa jadi gila karenanya... mendengarkan angin bertiup didalam kayu, menyaksikan malam mendatang, berbulan-bulan begitu. (BERBALIK LIHAT ORANG-ORANG) Aku bilang terus terang, aku mulai tak enak berjalan sendiri dihutan sehari suntuk, diantara pohon-pohon itu.
AYAH : Disebelah sana, dilembah. Ada beberapa rumah kira-kira tiga menit dari sini, ndoro tentu tak lewat sana, ya. Disana banyak orang.
IBU : (MENYIAPKAN MAKANAN LAGI) Dia barangkali memang mau kesana.
AYAH : Banyak pekerjaan diladang-ladang.
ORANG ASING : Tetapi dimusim hujan keadaan lebih sukar, bukan?
AYAH : Ya, musim hujan memang sudah dekat.
ORANG ASING : Saya pikir kalian akan senang sesudah menabung barang sedikit lalu pergi dari sini dan hidup dikota.
AYAH : Itu akan terjadi bila kambing bandot menetek anaknya atau bila rezeki jatuh dari lagnit didepan simiskin.
IBU : Pak?
AYAH : Kita hampir-hampir tak dapat hidup dari tanah ini.
ORANG ASING : Aduh capek benar aku jalan kaki dalam hutan itu. Baiknya aku tidur saja sudah jauh malam tentunya.
AYAH : Kira-kira jam delapan lewat.
ORANG ASING : (TERTAWA) Tentu bapak tak punya arloji. (DIAM SEJENAK KEMUDIAN TERTAWA KERAS) Tentu tak tahu jam berapa mesti pergi tidur. Aku akan pinjamkan arlojiku untuk semalam. Ya, (JAM DIKELUARKAN DARI SAKUNYA) lihat. Emas betul, seluruhnya emas. Aku akan gantungkan disana didinding itu. Aku bertaruh kalian belum pernah lihat arloji emas tergantung didindingmu, bukan?
GADIS DIBELAKANGNYA MEMANDANG IBU, IBU PADA GADIS, AYAH MEMANDANG SATU PERSATU. LALU MENGETUK-NGETUK MEJA.
IBU : (MENGANGKAT LAMPU) Boleh saya mengantar ndoro kekamar?
ORANG ASING : Tentu. Aku benar-benar harus tidur. (MENEGOK KEARAH ARLOJI) Nah, coba lihat. (MENGHAMPIRI GADIS) Selamat malam, dik. (GADIS BERDIRI KAKU DAN MEMBUNGKUK) Selamat malam. (PADA BAPAK) Aku takut sebagian besar dari makanan bapak telah saya habiskan. Aku minta maaf. Tapi akan aku ganti. Kalian takkan menyesal berbaik budi kepada saya. (MENGHAMPIRI AYAH SEPERTI MAU BERSALAMAN. RAGU-RAGU LALU MENGIKUTI IBU KEPINTU KANAN)
AYAH : (PADA ORANG ASING) Ah, makanan orang miskin. Tapi saya senang sebab ndoro suka.
IBU : (DIDEPAN PINTU) Kamarnya sangat jelek. Kami tidur sebelah kanan ndoro tak usah takut akan terganggu kami.
  GADIS BERDIRI DEKAT API. AYAH DUDUK MAKAN DIUJUNG MEJA.
AYAH : (SAMBIL MAKAN) Kau selalu bicara tentang laki-laki. Itu ada seorang buat kau. Kenapa kau diam saja. Dia perhatikan kau dan mabuk.
GADIS : (MEMBAWA LAUK-PAUK) Laki-laki lemah. Tangannya kayak permpuan, laki-laki jelek begitu.
AYAH : Kau takut. Kau memang selalu takut.
GADIS : Dia bukan laki-laki. Dia banci, kecil begitu, lemah dan cerewet seperti bapak.
  GADIS MENUJU KEDEPAN DAN DUDUK, IBU DATANG BAWA LAMPU DIMEJA DAN DIMATIKANNYA.
IBU : Apa yang kau bawa dari hutan?
AYAH : Tidak bawa apa-apa. Hutan terkutuk. Tak ada binatang, tak ada burung. (SEMUA DIAM MATI)
IBU : (DUDUK SEBELAH AYAH) Kita tak punya apa-apa. Bagaimana jika nanti hujan mulai datang.
AYAH : Aku lapar. Tak pernah cukup makan dirumah setan ini. Tak bisa hidup kita dati tanah ini.
IBU : Telahku berikan sebagian makanan padanya. Aku tahu dia kaya, kita akan dapat persen dari dia. Cukup buat makan delapn hari, mungkin.
AYAH : Lalu?
IBU : Kita sampai sekarang masih bisa hidup.
AYAH : Dia gila kataku. Siapa pernah mendengar orang jalan dihutan karena suka kalau tidak karena gila. Dengan pakaian mentereng, membawa koper lagi.
GADIS : Tak ada orang yang lihat dia datang kemari.
IBU : Jika dia gila, kita bisa dapat hadiah karena memelihara dia. Orang tuanya tentu kaya.
AYAH : Dia tidak gila, tetapi aneh. Ada yang membikin dia gila. Buat apa dia kemari. Uang itu semuanya, caranya dingomong. Kau kira semua itu dia punya.
IBU DAN GADIS SALING MEMANDANG SEDANG MENGGERAKKAN KEPALANYA.
IBU : Jika bukan kepunyaannya...
AYAH : Dia seperti maling. Lagak lagunya seperti maling. Barangkali dia mencuri, dia lari, sembunyi. Sebab itu dia datang kemari. 
GADIS : Tak seorangpun tahu, kalau dia kesini.
IBU : Kalau dia maling, kita akan dapat hadiah melaporkan dia.
AYAH : (MENGAMBIL ARLOJI) Barang emas ini dan uang itu. Apa haknya barang ini. Mungkin banyak orang kelaparan karena dia mencuri. Dia kaya maling.
GADIS : Dia kate, kecil dan lemah.
AYAH : (BERSANDAR DEKAT MEJA) Aku bekerja, pelihara kamu berdua. Bekerja sekuat tenaga dan aku akan mati kelaparan. Tapi dia maling, dia seorang diri dan punya banyak uang. Jika Tuhan ada, apa itu akan dibiarkannya?
IBU : Pak?
AYAH : (SEPERTI TAK SUKA DAN MAKIN KERAS) Kita sama-sama punya hak, apa artinya uang orang buruan seorang diri, seperti dia.
IBU : Hesstt... dai nanti bangun.
AYAH : (KURANG KERAS) Peduli apa kalau dia dengar.
GADIS : Dia tidur nyenyak. Terlalu capek. (CAHAYA BERKURANG)
AYAH : Mengapa kau pandang aku?
IBU : (MEMERAS TANGANNYA MENDEKATI DAPUR) Kita akan kelaparan dimusim hujan nanti.
AYAH : (GEMETAR) Mengapa kau lihat aku. Apa yang kalian pikir. Aku tak mengerti apa yang kalian pikir.
IBU : Kau gemetar, pak. Sampai-sampai mejanya ikut gemetar.
AYAH : Mengapa aku dipandang juga. Aku tak tahan melihat matamu. (DIAM PANJANG, HAMPIR MENANGIS) Aku pernah bunuh orang sekali... sekali... dalam perkelahian. Ya, Tuhan... aku... tidak (MEREKA BERPANDANGAN, BERDIAM DIRI) aku harus berfikir... bilang apa-apa... besok...
GADIS : Sekarang
AYAH : Dia tamu kita.
IBU : Dia maling.
DIAM SEJENAK, GADIS PASANG LAMPU.
IBU : (DENGAN SUARA RENDAH CEPAT) Dia tidur. Cuma sekali. Ia tidak akan melawan. Kami akan datangi dia. Tak ada orang tahu. Kita harus dapatkan uang itu... kau pengecut.
SEMENTARA ITU AYAH AMBIL PISAU YANG TERSELIP DIDINDING, AMBIL LAMPU DARI TANGAN GADIS DENGAN TAK SADAR DAN MAJU BEBERAPA LANGKAH MENUJU KAMAR ORANG ASING. KEDUA WANITA MENGIKUTINYA.
AYAH : Aku tak bisa. (MAJU BEBERAPA LANGKAH NENGOK KEBELAKANG) Kau kotor. Tunggu disini. Kau tak boleh sentuh dia. Aku akan bereskan. (CEPAT MASUK KAMAR TAMU)
GADIS BERDIRI DEKAT KAMAR ORANG ASING. IBU KEMBALI KEDAPUR. HENING SEJENAK, LAMA SUARA TERDENGAR TAK TERANG, PELAN-PELAN GADIS MELANGKAH DEKATI PINTU. MENDADAK AYAH, LAMPU DI TARUH DIMEJA. DUDUK LEMAS PADA MEJA, GEMETAR. IBU MENDEKAT. AYAH MENGGELENG.
GADIS : Pisaunya bersih.
IBU : Sudah beres?
AYAH : Aku... (MERINGKUS) tidak. Aku rasa mau muntah. Aku tak bisa. Aku tak jadi masuk. Aku bekerja sehari-harian. Aku jadi sakit. (BATUK DAN GERAKKAN LEHERNYA)
IBU : Mesti.
AYAH : Aku tak bisa... seperti ini. Tuak. Aku perlu tuak.
IBU : Habis diminumnya. Mesti kau melakukannya.
AYAH TERHUYUNG-HUYUNG KEDINDING BELAKANG DAN MENGENAKAN BAJU.
AYAH : (MEROGOH KANTONGNYA) Aku kewarung dulu beli tuak. Aku ada duit sedikit. Aku mesti minum tuak, kalau tidak, tidak bida aku kerjakan itu. Aku akan minum sampai setengah mampus. Ya, Tuhan. (TEGAKKAN BADANNYA DAN BICARA LEBIH TERATUR) Jika aku kembali nanti, lihatlah aku akn siap tikam siapa saja. Aku sekarang capek dan sakit. Aku tak bisa bunuh orang kalau kerongkonganku mampu dan merasa sakit. Aku telah bekerja sehari suntuk. (MEMBUKA PINTU) Aku akan segera kembali. Aku bersumpah, akan aku bunuh dia. (KELUAR)
BAYANGAN NAMPAK DIBALIK JENDELA KEKIRI. JALAN AGAK CEPAT, IBU DAN GADIS IKUTI IA LEWAT KEMUDIAN MENDENGAR SEBENTAR. TAK DENGAR SUARA-SUARA DARI KAMAR ORANG ASING. IBU MATIKAN LAMPU. MEREKA DUDUK MASING-MASING DIDEKAT API. GADIS BESARKAN API DENGAN MENARUH BEBERAPA POTONG KAYU DIAPI.
IBU : Dia tak apa-apa...
GADIS : Dia pengecut.
IBU : Dia bukan pengecut. Dia terlalu banyak berfikir. Kau tak mengerti kalau dia usdah mabuk... beres. Dia tidak akan pikir lagi.
GADIS : Kalau aku mau bunuh orang. Aku tak perlu minum tuak lebih dahulu.
IBU : Ya, kau akan... aku takut dia tidak akan...
GADIS : Dia akan mabuk.
IBU : Uangnya tak cukup untuk jadi mabuk... disamping itu ia telah tahu apa yang mesti dilakukannya kalau kembali.
GADIS : Dia keluar untuk lari. (DIAM SEJENAK) Tak betah aku menunggu.
IBU : Dia akan bertindak jika kembali. (BERDIRI KEARAH PINTU ORANG ASING. KEMUDIAN KEMBALI KETEMPAT SEMULA, BERDIRI) Aku kenal dia... (MENGAMBIL ARLOJI DAN MENGAMAT-AMATINYA) Apa kau kira dia pencuri?
GADIS : Aku tak tahu, pokoknya kita akan jadi kaya. Kita akan pindah dari sini.
IBU : (MENGGANTUNG KEMBALI ARLOJI) Sama saja dimana-mana. Tapi yang pasti kita akan mati kelaparan.
GADIS : Kesal menunggu. Seseorang harus melakukannya segera. Tak usah banyak fikir. Tambah mempersulit saja.
IBU : (PERGI PERLAHAN-LAHAN KEJENDELA TERANG DILUAR, TIBA-TIBA) Tak seorangpun yang lihat dia kemari bukan? Lagipula tak ada yang tahu kalau dia makan disini. (BERBALIK)
GADIS : Tidak. Mereka tak akan melihat dari jalan.
IBU : (KEMBALI DUDUK) Lagi pula siapa yang akan datang malam seperti ini.
GADIS : Kadang-kadang mereka datang.
IBU : Ya, kadang-kadang mereka datang untuk menemui kau bukan? Kebiasaan anak-anak muda seminggu sekali. Ketika aku masih gadis.
GADIS : Ibu selalu cemburu padaku.
IBU : Cemburu! Ketika aku masih gadis, berpuluh-puluh pemuda mengikuti aku.
GADIS : Jadi tua dan pencemburu.
IBU : Kau selalu benci padaku. Aku ibumu kau keliru membenci ibumu, kau aneh.
GADIS : Ibu yang benci padaku. Memang benar kau ibu, tapi sekarang cinta telah berubah.
IBU : Kau tahu bagaimana menjadi ibu. Dan tak akan pernah tahu. (MUNCUL ORANG ASING, IBU DAN GADIS AGAK KAGET)
IBU : Ndoro mau apa?
ORANG ASING : Oh, apakah suami ibu tidak ada?
IBU : Ia sedang keluar sebentar. Ada sesuatu yang mengganggu tuan?
ORANG ASING : Tidak. Ibu tahu tidak, aku ingin bicara dengna bapak. Saya kira saya harus melakukannya malam ini juga. Tapi tak apalah. Kapan suami ibu akan kembali.
IBU : Saya, tidak tahu ndoro?
GADIS : Mungkin dia datang terlambat.
ORANG ASING : (MAJU BEBERAPA LANGKAH) Oh, lebih baik besok saja.
IBU : (PERGI CEPAT KEJENDELA) Diluar sangat dingin. Kita akan segera tidur. Dan pintu-pintu akan kukunci. Biar bapak nanti menyusul. Ada sesuatu yang ndoro inginkan?
 ORANG ASING : Ah, tidak. Saya kira bapak ada. Ada sesuatu yang ingin saya jelaskan, sebelum saya tidur. Tapi biarlah. (MAU KEMBALI KEKAMARNYA)
IBU : Apakah pembicaraan kami tadi menggangu ndoro?
ORANG ASING : Oh, tidak. Tidak apa-apa, ibu tak apa-apa. Tadi saya tidur sebentar dan tiba-tiba terbangun. Saya jatuh, kaget hingga saya tidak bisa tidur lagi sebelum saya jelaskan persoalannya.
IBU : Ndoro akan tidur nyenyak. Terlalu capek. Tuan tak akan mendengar apa-apa lagi.
ORANG ASING : (MENDADAK) Ya, maafkan aku bikin kalian kaget. Aneh. Besok saja... aku mau tidur nyenyak. (KEMBALI KEARAH KAMARNYA)
IBU : (MASIH DIDEPAN JENDELA) Ya, ndoro tentu sangat lelah. (GADIS BERDIRI, ORANG ASING MASUK KAMARNYA. IBU MELANGKAH KEDEPAN)
  IBU DAN GADIS BISIK-BISIK.
IBU : Apa dia maksud? Kenapa dia keluar?
GADIS : Tak tahu aku.
IBU : Dia dengar?
GADIS : Aku kira tidak. Barangkali kaget terbangun.
IBU : Atau dia gila.
GADIS : Kelakuannya aneh-aneh saja sejak dia datang.
IBU : Mungkin dia mabuk karena tuak yang diminum sedikit itu. Laki-laki suka berbuat aneh kalau dia mabuk.
GADIS : Mungkin dia datang lagi.
IBU : Akan berabe jadinya.
KETUKAN DI PINTU, MEREKA SALANING BERDEKAPAN, MEREKA MEMANDANG KELILING. KETUKAN LAGI, IBU BERBISIK.
IBU : Kita harus buka.
GADIS MENGANGGUK CEPAT. GADIS PERGI KEDEKAT API. AMBIL ARLOJI YANG DIMASUKKAN KEDALAM KUTANG IBU PELAN-PELAN BUKA PINTU MENGINTIP, BUKA PINTU LEBAR.
IBU : Ah, kau Siman. Masuklah. (IA SONGSONG SESEORANG ANAK MUDA, MEMBAWA SESUATU. ANAK MUDA MEMBERSIHKAN KAKI) Kok malam-malam.
ANAK MUDA : Belum lagi setengah sembilan. Saya mampir sebentar saja. 
IBU : Kami sudah berkemas-kemas mau lekas tidur.
ANAK MUDA : Saya Cuma singgah menghaturkan ini. (MELETAKKAN BARANG ITU)
IBU : Kau terlalu baik. (MEMPERHATIKAN BARANG ITU)
ANAK MUDA : Saya mau berdiang sebentar biar agak panas. (GADIS DAN ANAK MUDA BERSAMA MENUJU KEAPI)
IBU : Aku mau tidur. (ANGKAT LENTERA DAN MENUJU KEKAMARNYA, TERTUJU KEPADA GADIS) Lekas menyusul, ya. (IBU MASUK KAMAR PINTU KEDUA, GADIS MEMPERHATIKAN BARANG ITU)
ANAK MUDA : Enak disini. Becek dan dingin diluar. Ayahmu ada?
GADIS : Dia pergi minum.
ANAK MUDA : Ibumu bijaksana, meninggalkan kita berdua.
GADIS : Dia belum tidur.
ANAK MUDA : (TERSENYUM) Dia tak mengintip. Tak ada suaranya.
GADIS : Dia belum...
ANAK MUDA : Aku tak mengerti, mengapa engkau tidur begitu cepat.
GADIS : Kau jarang datang. Ya, man.
ANAK MUDA : Mungkin aku tak kemari, kalau aku tahu... kalian tidak peramah dirumah ini.
GADIS : Bik benar kau bawakan ini.
ANAK MUDA : Baruku dapat tadi.
GADIS : Aku ingin... barangkali ibu... mau mengunci pintu.
ANAK MUDA : Tak senang kau, aku datang?
GADIS : Ah, aku sangat lelah. Lebih baik aku tidur saja.
ANAK MUDA : Kau tidak keladang siang tadi. Aku cari-cari.
GADIS : Banyak pekerjaan dirumah. (MENDEKATI ANAK MUDA) Pergilah sekarang. Datanglah lagi... kapan saja. (MENDADAK BURU-BURU) Pergilah dulu!
ANAK MUDA : (MELETAKKAN TANGANNYA DIBAHU GADIS) Kenapa kau tak suka bicara. Aku tak mengerti watakmu.
GADIS : (MELEPASKAN DIRI DARI ANAK MUDA) Pergilah sekarang. Nanti ketemu lagi.
ANAK MUDA : (CEPAT MENANGKAP TANGAN GADIS WAKTU TANGANNYA JATUH DARI BAHUNYA) Tidak, aku tak mengerti watakmu.
GADIS : (MELEPASKAN DIRI) Pergi!
ANAK MUDA : Kalau aku tak mau?
GADIS : (TANGKAP DIA PADA LENGANNYA DENGAN KERAS DAN MENDORONG) Pergi kataku.
ANAK MUDA : (MEREKA SEPERTI BERGULAT) Aku tak begitu kuat. (GADIS LEPAS KEMUDIAN GADIS DIPEGANG LAGI, GADIS TERDORONG KEBELAKANG MENUBRUK MEJA, HINGGA BERBUNYI. ANAK MUDA LEPASKAN GADIS. GADIS BERSANDAR PADA MEJA. ANAK MUDA TERSENYUM)
GADIS : Kau habiskan tenagamu.
ANAK MUDA : Kau tidak begitu kuat.
GADIS : Pergilah kupinta.
ANAK MUDA : Aku akan datang lagi.
GADIS : Ya, besok datanglah.
ANAK MUDA : Aku datang agak siangan, jumpai aku dijalanan...
GADIS : Baik.
ANAK MUDA : Ada yang ingin kukatakan.
GADIS : Aku harus tidur sekarang.
ANAK MUDA : Salaman dulu. (GADIS MELENGOS) Selamat tidur. (ANAK MUDA KELUAR, GADIS MENUTUP PINTU PERLAHAN-LAHAN)
IBU : (CEPAT KELUAR KAMARNYA) Sudah pergi dia. (GADIS MENGGANGGUK, DENGAN TANGANNYA MENUNJUK KAMAR ORANG ASING) Ah, bagaimana kalau dia keluar tadi?
GADIS : Orang lain pun bisa datang.
IBU : Banyak anak muda yang menanyakan kau bukan?
GADIS : Ah, gila... kita mesti dapatkan uang itu. Aku mau pergi dari sini.
IBU : Kau kira orang akan memperhatikan kau dikota? Gadis kota cantik-cantik.
GADIS : Dia mesti datang lekas. Dia mesti bertindak. (DUDUK) Sudah lebih dari satu jam.
IBU : Baru lima menit. (MENDADAK BANGUN) Apa itu.
GADIS : Apa?
IBU : Langkah orang.
GADIS : Dimana?
IBU : Diluar, ayahmu, barangkali.
GADIS : Aku tak dengar apa-apa.
IBU : Jika dia sekali ini tak berani lagi...
GADIS : Dia pengecut.
IBU : (BERUBAH) Bosan aku menunggu. Seperti ada yang mengintip kita.
GADIS BERDIRI DAN BERJALAN KEARAH SEBUAH PETI DIDEKAT API, MENCARI-CARI DIDALAMNYA.
IBU : Lagi apa kau?
GADIS : Pisau ini tua dan kuat.
IBU : Duduk saja kau. Ayahmu segera kembali.
GADIS : (SEDANG MENCARI SESUATU DALAM PETI LAIN) Aku bisa gila, menunggu. (BERDIRI DENGAN KAMPAK DITANGANNYA) Tak begitu tajam, tapi kuat.
IBU : Apa maksudmu?
GADIS : (PASANG LAMPU DIMEJA) Diam, kita bereskan sendiri saja.
IBU : (BANGUN) Jangan kau kira...
GADIS : Dia kecil dan lemah. Ambil sarung itu, lemparkan diatas kepalanya dan sekap supaya tangannya tak bisa keluar. Tahan yang kuat. (IBU MENGAMBIL SARUNG, GADIS MENGANGKAT LAMPU)
IBU : (JALAN KEARAH KAMAR ORANG ASING) Ayuh lekas, yah, nabi! Syukur!
GADIS : Taruh lampu ini diatas lemari... (PELAN-PELAN MEREKA MASUK KEDALAM KAMAR)
GADIS DIDEPAN, TERDENGAR GERAK-GERIK PELAN-PELAN. TERIAKAN, PUKULAN, RINTIHAN YANG BERHENTI KERENA PUKULAN. (PUKULAN YANG KUAT BERTUBI-TUBI SELAGI INI BERLAKU. IBU KELUAR KAMAR, MENGELUH. PUKULAN BERHENTI)
IBU : (HABIS TENAGA, JATUH DIKURSI DISAMPING MEJA) Ya, Tuhan, berhenti. Ya, Tuhan....
GADIS KELUAR KAMAR PELAN-PELAN, LAMPU DITANGAN KIRI, KAMPAK DITANGAN KANAN DIPEGANG KUAT. NAFAS TERENGAH-ENGAH.
IBU : (HENTIKAN KELUHANNYA) Kenapa kau pukul.
GADIS : (TARUH LAMPU DIMEJA) Tak tahu aku...
IBU : Kau terus saja pukul. Kukira kau gila. Dia mula-mula berteriak panggil-panggil ibu....
GADIS : (BERDIRI) Tidak.
IBU : Dia panggil ibunya. Ibunya tak akan tahu. Kau terus saja pukul. Kau biadab kenapa lau terus juga.
GADIS : Tak bisa aku hentikan. (JALAN MEMUTAR DAN BERDIRI DEKAT API)
IBU : Kenapa kau terus saja pukul? Kukira kau gila. Aku benci padamu.
GADIS : Aku tahu.
IBU : Kenapa kau pegang juga kampak itu?
GADIS LEMPARKAN KAMPAK KEDALAM PETI. IA MEMBALIK DAN DUDUK DIKURSINYA.
IBU : Sudahlah. Dia takkan lagi bergerak. Ayahmu mesti tanam dia dihutan sekarang. Atau besok. Kita akan pergi dari sini. Sebelum musim hujan. Kita tak akan miskin lagi. (TERDENGAR SAYUP-SAYUP DILUAR, AGAK JAUH) Apa itu? Ayahmu pulang. (SUARA BERTAMBAH KERAS) Siap-siaplah. Ia tidak sendiri. Aku dengar dia ngomong-ngomong. Mungkin dengan orang lain. Bangun. Lihat sendiri, kita harus siap.
GADIS : (CEPAT BERDIRI) Selesai. Kita bisa bilang sudah selesai semuanya. Aku senang kita bisa pergi. Kita akan kaya. Aku akan kaya dan pakai baju sutra.
IBU : (MENYELA) Itu ayahmu. Ada orang yang menyebutkan namanya, siapa dih yang bersama dengan dia? Gila dia.
GADIS : Dia mabuk. (ORANG KETUK-KETUK PINTU)
IBU : Dia ditangkap. (KEPINTU DAN MEMBUKANYA)
TUKANG WARUNG BERSAMA ANAKNYA MASUK, AYAH DIANTARA MEREKA. TUKANG WARUNG MENJINJING SANDAL. DITANGAN KANANNYA ANAKNYA LEMAS HAMPIR JATUH. DIA HANYA PAKAI SANDAL SEBELAH. TUKANG WARUNG DAN ANAKNYA JUGA AGAK MABUK. TUKANG WARUNG RIBUT. ANAKNYA DENGAN PANDANGAN LICIK DAN MUKA MERAH. GADIS BERDIRI.
TUKANG WARUNG : Selamat malam, yu. Kami bawa pulang suami. (KETAWA)
IBU : Pak...?
TUKANG WARUNG : Dia mau pulang sendiri. Dia bilang ada pekerjaan menunggu. (KETAWA) Dia bilang bahwa dia harus pergi diam-diam. Dia mau lepaskan sandal. (MENJINJING SANDAL TINGGI-TINGGI) Kami tak dapat menahannya. Dia bilang harus pergi diam-diam. Dia mau pergi diam-diam... lucu...
AYAH TERTIDUR, TERJATUH DILANTAI DEKAT KAMAR.
TUKANG WARUNG : Ini, bantu dia. Dia keder kena angin malam. Kasih dia air. Seteguk, biar bangun.
ANAK TUKANG WARUNG MENUANGKAN TUAK DALAM GELAS DIMEJA, MENGGOYANG-GOYANGKAN BADAN AYAH DAN DIMINUMKAN.
ANAK TUKANG.W : Dia datang diwarung “Ada yang mesti aku lakukan” katanya gemetar dan pucat. Ya, Tuhan, “Minum” katanya. (KETAWA TERKEKEH-KEKEH) 
TUKANG WARUNG : Waktu aku datang, dia sudah mabuk buta. Dia tentu tidak makan seharian. Kalau tidak, masakkan sudah mabuk baru tiga gelas. Dia membual tentang nasib baiknya. Kita semua minum karena dia dapat nasib baik “Minum sepuas-puasnya” katanya.
AYAH MENDADAK HHSS, MENCOBA BERDIRI DAN MERAYAP DIDINDING LAGI.
IBU : (TERIAK) Pak....
TUKANG WARUNG : (GEMBIRA) Nah, aaa. Tak apa-apa. Coba mbakyu lihat dia loncat-loncat ditanah seperti kelinci pincang. “Aku mesti diam-diam masuk” katanya. Kita ketawa, setengah mati ketawa. “Terpuji Tuhan” kataku “Aku tahu kau nasib baik tak akan kelaparan lagi.” Kami semua minum. (TUANG TUAK DIGELAS DAN MINUM)
IBU DAN GADIS MEMANDANG MELIHAT AYAH, DIA SELALU BANGUN DAN BERDIRI, GEMETAR MENGANGKAT TANGAN.
AYAH : Diam, diam. (MENGANGGUKKAN KEPALA)
IBU LARI KEPADANYA DAN MEMAPAHNYA, TAKUT LIHAT TUKANG WARUNG.
ANAK TUKANG.W : (KETAWA KECIL) Dia terus saja bilang “Diam” begitu bukan pak? Ada yang mesti aku lakukan, diam-diam. Katanya tak boleh ada bunyi. Ia lepaskan sandalnya dan loncat-loncat dihalaman seperti... seperti... kelinci pincang.
IBU : (PADA TUKANG WARUNG) Kau tahu...
TUKANG WARUNG : (KETAWA KECIL) Banyak tahu...
IBU : (TERANG) Tentu kau akan dapat bagianmu dari nasib baik itu.
TUKANG WARUNG : (GEMBIRA) Aku akan dapat bagianku. Aku bilang padanya. Kita semua dapat sedikit-sedikit. Hari ini hari besar. (MENUNJUK KEKAMAR ORANG ASING) Orangnya tentu disana, barangkali. (IBU MENGGANGGUK) Capek tentunya. (KETAWA)
IBU SESUDAH DIAM SEBENTAR TINGGAL AYAH.
IBU : Jadi, dia sudah cerita? Kau lihat dia juga...
TUKANG WARUNG : Ya, saya lihat. Sampai didesa dia masuk warungku. Aku tak pernah kenal dia, jika dia tak kenal aku dulu. Sesudah 10 tahun! Kami minum tuak bersama-sama dia. Dia ceritakan leluconnya. “Aku yang pertama-tama akan kasih selamat pada mereka besok pagi. Sebab jarang orang ketemu anaknya kembali, setelah anaknya minggat. Ayahmu senang punya anak laki-laki lagi” kataku .
ANAK TUKANG WARUNG MELAMBAI-LAMBAI DENGAN GELASNYA, BICARA BERRAHASIA.
ANAK TUKANG.W : Pak ada yang mesti aku kerjakan. (JATUH DITANAH DAN TERHUYUNG-HUYUNG KARENA MABUK)
IBU : (TAK SADAR) Anak, anak laki-laki. (BERSANDAR PADA MEJA, GADIS BERDIRI MEMBANTU)
TUKANG WARUNG : (KETAWA GELAK) Semua sampai hampir semaput mendengar. Dia bilang padaku : Akan aku bilang. Aku orang kaya yang kesasar dihutan dan perlu penginapan. Aku akan perlihatkan uangku, aku akan perhatikan muka mereka dan pandang mereka. Dan esok harinya aku akan bilang. Lihat inilah anakmu yang telah meninggal dan yang telah kembali. Sangat gembira nampaknya. “Kau akan bisa simpan rahasiamu semalam-malaman” kataku. Dan rupanya memang tak bisa. Aku tak bisa simpan rahasia itu. “Akulah yang pertama-tama akan kasih selamat pada mereka besok pagi” kataku. Biarlah sekarang aku kasih selamt kamu semua. (MINUM DARI GELAS)
IBU MENUNDUK MELIHAT KEARAH MEJA
GADIS : Paman kenal dia?
TUKANG WARUNG : (KERAS) Ya, tentu. Waktu dia cerita tentang masa lampau. Kenapa kalian memandang seperti itu, apa dia tak datang kemati?
GADIS : Dia datang.
  TUKANG WARUNG MEMANDANG TAJAM
TUKANG WARUNG : Apakah kau tidak gembira. (IBU PERGI KEKURSI DAN BERKATA)
IBU : Ia berteriak “IBU.” (LALU DUDUK)
TUKANG WARUNG : Tentu dia akan berbuat sesuatu.
AYAH : Sesuatu telah terjadi. (IBU TIBA-TIBA BERTERIAK)
GADIS : Berhenti, ibu!
TUKANG WARUNG : Ada apa ini, apa yang telah kalian lakukan? (TUKANG WARUNG DAN ANAKNYA MUNDUR) Kenapa kau memandang seperti itu? Apakah dia tidak menceritakan bahwa dia anakmu?
GADIS : Tidak.
TUKANG WARUNG : Apa yang telah kalian lakukan? Dimana dia sekarang?
AYAH : Jangan ada suara!
IBU : Dia berteriak “IBU” kau terus saja memukulnya!
TUKANG WARUNG : Apa yang kalian telah lakukan? Kalian telah... (TUKANG WARUNG MEMANDANG, TERUS MUNDUR PERGI)
ANAK TUKANG.W : (MELIHAT GADIS) Lihat tangannya, ayah!
TUKANG WARUNG : Kau telah... (LARI)
GADIS : Berhenti ibu!
AYAH : Tenang-tenang, jangan ribut. (JATUH)
GADIS : Mereka akan memasukkan saya dalam penjara.
TAMAT.




Senin, 22 Juni 2009

NASKAH : SETAN DALAM BAHAYA, KARYA : TAUFIK EL-HAKIM.

RUANGAN KANTOR DENGAN PERABOTAN SEDERHANA. FAILASIF ITU SEDANG DUDUK DI TENGAH-TENGAH TIMBUNAN BUKU DAN MAJALAH. MEMBACA DAN BERFIKIR DENGAN SIKAP TENANG. WAKTU MALAM. TELEPON YANG DISAMPINGNYA TIBA-TIBA BERDERING.
FAILASUF : (MENGANGKAT GAGANG TELEPON) : Hallo!..... Hallo!....... Minta bertemu dengan saya?.... Sekarang?.... Soal penting? Di situ siapa?... Apa katamu?... Setan?... Ini bukan waktu bergurau. Dalam larut malam begini mau mengajak orang bergurau?.... Sudahlah. Tolong tutup saja... (MELETAKKAN PESAWAT) Kurang ajar dan kurang punya selera!
(TERDENGAR PINTU KAMAR DIKETUK. PINTU TERBUKA DAN SETAN MUNCUL DENGAN PAKAIAN BERWARNA MERAH).
SETAN : (LEMAH LEMBUT DAN SOPAN) Maafkan aku. Memang benar, kurang ajar dan kurang punya selera. Memang bukan waktu yang tepat untuk berkunjung, tapi keadaannya gawat sekali.
FAILASUF : (KEBINGUNGAN) Engkau?
SETAN : (MENBUNGKUK DAN MERENDAH) Ya. Akulah!
FAILASUF : (BERBISIK) Setan?!
SETAN : Mudah-mudahan tampangku tidak terlalu mengecewakan anganmu.
FAILASUF : Sebaliknya. Tampangmu sama sekali tidak berbeda dengan yang bisa kami lihat dalam gambar-gambar. Bajumu yang mereh..... kedua tandukmu yang kecil... sepasang mata yang menyala... hidungmu yang panjang... dan bentuk badan yang kurus kecil.
SETAN : Aku tidak mengerti bagaimana orang melukiskan aku dengan bentuk semavam itu. Tetapi kalau selama ini memang itu yang kau kenal, akupun akan memakai itu. Kebohongan yang mudah dikenal orang lebih baik daripada kebenaran yang masih tersembunyi.
FAILASUF : (TERKEJUT) Setan! Jadi kau ini setan!? Setan yang sering kami baca beritanya dalam buku-buku, yang sering kami dengar perbuatannya yang aneh-aneh?
SETAN : (MERENDAH DIRI) Dengan segala rendah hati itulah aku. Itulah yang setiap hari kalian sebut dengan segala kebaikan yang kalian tulis, yang kalian ucapkan....... Tentu aku mengikuti semua yang disiarkan tentang diriku yang dihubungkan kepadaku. Kalau mau kuikuti, sebagian besar waktuku niscaya hanya kuhabiskan untuk mengoreksi segala kejadian dan membantah segala macam tuduhan. Aku tidak banyak menggubris segala yang ada dalam buku-buku dan dalam percakapan orang. Barangkali akan terkejut kau kalau mengetahui, bahwa aku cenderung sekali menyendiri... Aku menjauhkan diri dari pergaulan dengan manusia. Inilah rahasianya maka aku tetap muda, dan urat sarafku selalu santai.
FAILASUF : (MENYODORKAN KOTAK SIGARET) Merokok?
SETAN : Boleh juga asal dari kwalitas yang ringan.
FAILASUF : Jangan kuatir, rokokku hanya yang paling ringan.
SETAN : (MENERIMA ROKOK) Terima kasih.
FAILASUF : (MENYALAKAN ROKOK TAMUNYA) Soalnya kau memang tidak suka merokok kecuali hanya untuk membantuku dalam berfikir.
SETAN : Berfikir tentang apa?
FAILASUF : Tentang pekerjaanku. Tentu kau sudah tahu, profesiku ialah berfikir.
SETAN : Tentu. Seorang failasuf yang paling penting. Begitulah dikatakan orang kepadaku. Itulah sebabnya aku datang kepadamu malam ini, maksudku supaya kau berfikir untukku.
FAILASUF : Berfikir untukmu? Engkau?
SETAN : Ya. Kau harus berfikir untukku. Untuk melepaskan aku dari bencana yang hampir menimpa kepalaku ini.
FAILASUF : (TERKEJUT) Bencana?! Akan menimpa kepalamu? Engkau?
SETAN : Ya. Tolonglah aku. Tak ada orang yang dapat menolong kepalaku ini selain kepalamu yang penuh pikiran itu. Carilah akal buat aku. Buat menjauhkan aku dari bahaya.
FAILASUF : Engkau dalam bahaya?
SETAN : Sedang menimpa... Mengancam sampai punah... Aku gemetar dalam ketakutan sekarang.
FAILASUF : Luar biasa!
SETAN : Cepat! Berfikirlah buat aku. Bagaimana caranya aku dapat terhindar dari itu?
FAILASUF : Terhindar dari?
SETAN : Dari bahaya yang mengancamku. Pikirkanlah buat aku. Tolonglah pikirkan, failasuf. Bukankah kau failasuf? Bukankah profesimu itu berfikir? Berpikirlah buat aku sekarang juga. Cepat pikirkan.... pikirkan....
FAILASUF : (BERPIKIR-PIKIR) Ini aku sedang berpikir sekarang.... sedang berpikir...
SETAN : (MERENUNG MELIHAT KEPADA FAILASUF, YANG JUGA SEDANG MENEKUR MENGHIMPUN PIKIRANNYA) Ya. Engkau memang sedang mengumpulkan pikiranmu baik-baik. Kuharap kecerdasanmu yang raksasa itu akan melahirkan buah pikiran yang efektif....
FAILASUF : (TIBA-TIBA MENGANKAT KEPALA SAMBIL BERTERIAK) Aneh sekali!
SETAN : (GEMBIRA) Sudah dapat!? Sudah dapat!?
FAILASUF : Ya. Sudah kudapati bahwa kau belum menyebutkan kepadaku bahaya apa yang sedang mengancamu itu, dan yang mau dicarikan pemecahannya....
SETAN : Engkau tidak pernah menanyakan itu kepadaku.
FAILASUF : Di sinilah pokok persoalan yang telah menimbulkan keanehan tadi. Perlu kutanyakan kepadamu sebelum aku berpikir....
SETAN : Engkau sudah berpikir sebelum bertanya!
FAILASUF : Maafkan. Sudah jadi kebiasaanku begini... Kami, kalangan failasuf kadang berpikir berpanjang-panjang...... Kemudian pikiran kami sering berakhir dengan sebuah pertanyaan....
SETAN : Bukan begitu, tuan.... kuharap... jangan membuang waktuku. Aku datang kepadamu dalam larut malam begini supaya kau berpikir untukku dengan hasil yang akan dapat memecahkan persoalan.
FAILASUF : Kalau begitu baik, kita mulai dengan pertanyaan bahaya apakah yang mengancammu?
SETAN : Perang!
FAILASUF : (TERKEJUT) Perang mengancam kau?
SETAN : Tentu sekali mengancam aku. Apa yang membuat kau jadi terkejut dalam hal ini! Dan kukira kau bukan tidak tahu. Bom-bom atom dan peluru-peluru kendali akan menghancurkan dunia dan membinasakan umat manusia.
FAILASUF : Apakah dalam hal ini engkau sangat mengasihi manusia?
SETAN : Sangat mengasihi diriku.
FAILASUF : Apa urusanmu?
SETAN : Hidupku bergantung kepada manusia. Dimana ada manusia di situ ada aku. Kalau terjadi kiamat dan segalanya berakhir, maka akupun bersama yang lain berada di depan di tempatku harus menemui nasibku yang sudah termaktub serta kesudahanku yang tak dapat dielakkan lagi.
FAILASUF : (TERKEJUT) Jadi kalau begitu, perang yang akan datang, yang akan menghancurkan segalanya itu, tidak menguntungkan kau?
SETAN : Sama sekali tidak.
FAILASUF : Dan siapa diantara bangsa-bangsa itu yang akan mengobarkan perang?
SETAN : Mana aku tahu!?
FAILASUF : Aneh! Dunia semua menduga, setanlah yang menggoda pemimpin-pemimpin negara besar itu supaya mereka mengobarkan api peperangan yang akan datang. Sekarang malah setan sendiri mau cuci tangan dan mau mungkir.....
SETAN : Tuan yang terhormat, sudah gilakan aku mau membakar dunia ini seluruhnya termasuk aku sendiri didalamnya?
FAILASUF : Masuk akal.
SETAN : Tolol aku? Aku mau bunuh diri? Seperti kukatakan, sekarang aku senang menyendiri dan hidup tentram. Tetapi rupanya ada orang-orang yang senang ribut-ribut dan hidup dalam kegaduhan selalu. Bunyi-bunyi letusan jadi hiburan buat mereka. Sebegitu jauh memang begitulah hidup mereka. Sebelum itu aku masih bisa memasang jari-jariku ditelinga.... Tetapi menurut hematku soalnya sudah berkembang. Bunyi-bunyi letusan itu khususnya buat aku sudah bukan hanya sekedar bunyi-bunyian.
FAILASUF : Jadin kau menginginkan...?
SETAN : Perang dilarang.
FAILASUF : Cukup aneh. Apa kesulitannya buat kau membisikkan di telinga pemimpin-pemimpin negara besar itu.
SETAN : Yang sudah kulakukan dan kubisikkan kata-kata perdamaian... Dalam markas-markas tentara sudah ada golongan-golongan yang mencetak siaran-siaran, membuat propaganda, dan mengajukan perdamaian. Tetapi apa yang terjadi dengan semua ini? Kata-kata “damai” itu sudah berubah artinya menjadi kata searti dengan “perang”. Dalam kamus-kamus tak ada kata-kata lain yang akan dapat kubisikkan kedalam telinga mereka untuk mencegah perang itu.
FAILASUF : Apa yang dapat kukerjakan?
SETAN : Itu sebabnya maka aku datang kemari dengan sebuah permohonan kepadamu.
FAILASUF : Kepadaku?
SETAN : Ya. Terpikir olehku kemudian bahwa aku harus menemui seorang failasuf. Aku harus mencari suatu gagasan dari seorang failasuf yang akan dapat menjauhkan bahaya perang.... sekarang aku sudah datang kepadamu.
FAILASUF : (MERENUNG) Gagasan mencegah perang? Ya... Ini bukan suatu hal yang mustahil bagi oran-orang seperti kami kalangan failasuf. Usaha kami ialah melahirkan pikiran-pikiran, sudah tentu aku dapat memberikan apa yang kau minta itu.
SETAN : (BERSERU) Hidup! Hidup! Umat manusia sudah diselamatkan....
FAILASUF : Tunggu dulu, setan, sayangku. Tunggu dulu. Biayanya harus sam-sama kita setujui dulu.
SETAN : Biaya? Biaya apa?
FAILASUF : Bukankah engkau sudah mendatangi aku waktu tengah malam begini dan aku meninggalkan pekerjaanku supaya aku berpikir untukmu, memeras otak untuk kepentinganmu?
SETAN : Bahkan untuk kepentingan umat manusia.
FAILASUF : Aku selalu bekerja demi keperntingan umat manusia. Tapi ini tidak menghalangi aku menerima imbalan dalam menyiarkan karangan dan pikiran-pikiranku.
SETAN : Engkau sekarang berpikir untuk menyelamatkan umat manusia dari kehancuran!
FAILASUF : Sarjana-sarjana yang sekarang sedang sibuk membuat bom atom dan hidrogen, yang akan membinasakan segala yang ada, adakah mereka melakukan itu demi Allah?
SETAN : Sudah tentu mereka menerima upah.
FAILASUF : Jadi kenapa kau mau supaya aku berpikir cuma-cuma demi setan?
SETAN : Aku mengira kau hanya memperhatikan cita-cita luhur saja.
FAILASUF : Seperti kau?
SETAN : Kau mengejek?
FAILASUF : Sebaliknya. Aku memahami keadaanmu. Engkau berhak hanya memikirkan cita-cita luhurmu saja, sebab kau seorang diri.... tidak punya isteri.
SETAN : Apa kau sudah beristeri?
FAILASUF : Tentu. Itu sebabnya aku jadi seorang failasuf. Setiap suami yang sudah hidup beristeri selama sepuluh tahun atau lebih dia failasuf. Tanpa diperlukan belajar sebatang huruf pun tentang filsafat.
SETAN : Aneh juga. Kau bicara tentang sesuatu yang tak pernah ku alami : perkawinan.
FAILASUF : Tak pernah terpikir olehmu suatu waktu kau akan kawin?
SETAN : Sama sekali tidak. Akupun tidak tahu kenapa. Mungkin itu suatu kesalahan.
FAILASUF : (MENATAP KEPADANYA) Kesalahan sebab kau belum kawin?
SETAN : Pada waktu yang tepat.... Dengan segala kebodohan kuhabiskan umurku yang panjang ini begitu saja... sejak manusia diciptakan, hingga saat ini... tanpa terpikir olehku akan mengubah cara hidupku ini.... sekarang saat terakhir..... sudah dekat.... Adakalanya orang-orang yang nakal itu aka berhasil juga menghancurkan dunia ini.
FAILASUF : Dan kau belum lagi memasuki dunia.....
SETAN : (TIDAK MENGERTI) Apa katamu?
FAILASUF : Maksudku kau belum lagi memasuki dunia perkawinan.
SETAN : (MELIHAT KEPADANYA SEKETIKA LAMANYA) Tapi kau tidak tampak sudah tua...
SETAN : Engkau mau membujukku.
FAILASUF : Aku mau membujukmu?
SETAN : Tapi bagimanapun juga aku sudah jemu hidup menyendiri dan membujang begini.... terbayang olehku bahwa dunia perkawinan yang sudah tertutup buat aku... (PINTU YANG TERTUTUP DALAM KAMAR ITU TIBA-TIBA TERBUKA. MUNCUL SEORANG PEREMPUAN DENGAN PAKAIAN RUMAH YAITU ISTERI SANG FAILASUF)
ISTERI : (BERTERIAK) Belum habis-habis juga membaca dan menulis?! Lampu listrik yang terpasang sepanjang malam ini dengan uang atau tidak dengan uang?! Dan siapa yang membayat tiap bulan? Dari kantongmu atau dari uang belanjaku?
SETAN : (BERBISIK) Siapa beliau?
FAILASUF : Isteriku.
SETAN : Biasa sajalah bicara dengan dia, dia tidak melihat aku dan tidak mendengar suaraku.
ISTERI : (KEPADA SUAMINYA) Bicara! Kenapa kau Cuma menggerak-gerakkan bibir, dan melihat ketempat kosong!?
FAILASUF : (MENOLEH KEPADANYA) Melihat kepadamu. Apa permintaanmu?
ISTERI : Permintaanku. Kau sudah tahu benar dan kau sudah mahir pula, pura-pura tidak tahu. Tapi aku sudah bersumpah akan melaksanakan semua.... mau tidak mau....
FAILASUF : Dengan kekerasan?
ISTERI : Engkau tidak mau menyelesaikan persoalan-persoalan kita dengan kerukunan keluarga.
FAILASUF : Aku? Aku orang yang suka damai?
ISTERI : Rupanya. Tapi hatimu laki-laki serba tegang dan tukang berkelahi. Maumu segalanya dalam rumah ini berjalan menurut perintahmu saja. Menurut kemauan nafsumu saja.... Menurut pikiranmu!
FAILASUF : Apa tidak boleh aku punya pendapat sendiri dalam rumah?
ISTERI : Tuan. Pendapatmu kau simpan dalam buku-bukumu. Tapi uangmu kau simpan dalam rumah.
FAILASUF : Jadi maumu engkaulah yang jadi penguasa rumah tangga?
ISTERI : Tentu.
FAILASUF : Dan yang begini kau namakan apa?
ISTERI : Prinsip.
FAILASUF : Dan kedudukanku apa dalam rumah?
ISTERI : Tenang-tenang saja di kamar buku seperti kedudukanmu selama ini.
FAILASUF : Tidak jadi masalah.
ISTERI : Aku tidak mengerti kata-katamu yang filosofis itu.
FAILASUF : Kau Cuma mengerti mengambil uang dari aku, dan kau mau menguasaiku....
ISTERI : Menguasai kau? Pandai sekali kau mengarang-ngarang kata. Itu hanya bikinanmu, untuk kemudian dipergunakan melawan aku, aku yang begini melarat, tidak pandai membela diri dengan kata-kata.
FAILASUF : Tapi kau pandai menyerang dengan perbuatan.
ISTERI : Aku belum lagi menyerang.
FAILASUF : Kau memulai dengan pertengkaran. Bukan kau yang merampas dompetku dari tanganku pagi tadi? Sesudah kau cengkram aku dengan kukumu yang panjang-panjang itu, lalu kau pergi ketoko, lalu kau beli kaos kaki dan parfum buat kau sendiri saja, lalu kau pulang tanpa membelikan sebuah kemeja buat suamimu, untuk menggantikan kemeja yang sudah tua, sudah kumal.
ISTERI : Kenapa aku harus membelikan buat kau, padahal kau menyembunyikan dari mataku uang yang kau terima?
FAILASUF : Tuduhan palsu yang selalu kau lemparkan kepadaku. Aku masih menyembunyikan apa dari kau, padahal hidungmu bisa mencium bau uang, seperti pawang ular yang bisa mencium bau ular.
ISTERI : Di sini tidak ada ular selain lidahmu yang mengeluarkan racun.
FAILASUF : Untung racunku tidak mempan buat kau.
ISTERI : Untung begitu? Segala yang kau cita-citakan cuma ingin meracuni hidupku.
FAILASUF : Dan kau? Pernahkah sekali saja kau mogok tidak akan meyakiti hatiku?
SETAN : (BERBISIK KEPADA SANG FAILASUF) Yang begini ini perkawinan?
FAILASUF : Ya. Sedap nian. Bukan begitu?
ISTERI : Lagi-lagi kau menggerak-gerakkan bibirmu dan melihat ke tempat kosong.
FAILASUF : Juga soal bibirku kau mau campur tangan, soal mataku kau mau ikut-ikutan! Bukankah itu hakku mau bicara dengan siapa dan melihat kemana saja?
ISTERI : Tak ada orang lain dalam kamar ini selain aku.
FAILASUF : Kata siapa?
ISTERI : Maksudmu di sini sekarang ini ada orang lain selain aku? Melihat dan bicara dengan dia?
FAILASUF : Selain kau? Tentu disini ada yang lain. Kau kira dalam dunia ini tidak ada yang lain selain kau
ISTERI : Ada urusan apa dengan dunia? Aku bicara hanya tentang ruangan ini. Apa ada pihak ketiga?
FAILASUF : Tentu!
ISTERI : Siapa? Coba!
FAILASUF : Takkan kusebutkan.
ISTERI : Ada pihak ketiga yang kau lihat di sini sekarang?
FAILASUF : Tentu.
ISTERI : Tapi kenapa kau lihat dan aku tidak dapat melihatnya?
FAILASUF : Apakah itu dosaku kalau aku dapat melihat dan kau tidak dapat melihat?
ISTERI : Seribu kali sudah kukatakan, bicaralah dengan orang lain dengna memakai filsafatmu itu. Tapi disini, dalam rumah ini, bicaralah memakai otak saja.
FAILASUF : Apa artinya otak buat kau, perempuan?!
ISTERI : Begitu? Pikiranmu selalu mau memberikan kesan, bahwa jenismu itu tidak sama dengan jenisku, dan bahwa pikiranmu itu di tempat yang lebih tinggi daripada pikiranku. Kau mau meyakinkan aku bahwa aku lebih kecil disampingmu, dan bahwa engkau melihat yang tidak kulihat, bisa menangkap yang tidak dapat kutangkap. Kau mau menguasai aku. Akulah batang yang paling keras seperti yang kau duga. Aku punya kepribadian yang tidak bisa lumat di bawah kepribadianmu.
FAILASUF : Apa gagasan ini yang membuat kau marah?
ISTERI : Bagaimanapun juga tidak mungkin aku jadi anak bawangmu.
FAILASUF : Lalu mau jadi apa?
ISTERI : Nyonya rumah ini.
FAILASUF : Dan aku? Bukan aku disini taun rumah?
ISTERI : Jadi apa sajalah. Tapi aku yang berkuasa dalam rumah ini.
FAILASUF : Dan aku yang dikuasai.
ISTERI : Tidak mungkin dalam satu rumah ada kekuasaan dan dua kepengurusan. Hanya satu perintah, satu penguasa.
FAILASUF : Yaitu akulah.
ISTERI : Tidak. Malah aku inilah.
FAILASUF : Masuk akal yang begitu?
ISTERI : Soalnya bukan soal akal.
FAILASUF : Soal kekuatan.
ISTERI : Sayang sekali memang begitu. Dan akan kulihat sekarang, siapa diantara kita yang menag. Baru saja kau katakan, bahwa kau melihat apa yang tidak dapat kulihat. Enyahlah. Pembohong kau! Sekarang aku melihat lebih banyak dari kau... orang yang bersama kita dalam kamar ini.....
FAILASUF : Kau melihatnya?! Siapa?!
ISTERI : Setan.
SETAN : (BERBISIK) Aneh sekali. Bagaimana ia mencium bauku!
FAILASUF : (TERKEJUT) Sekarang kau melihat bersama kita?
ISTERI : (TANPA MENOLEH ATAU MENYADARI ADANYA SETAN YANG SEBENARNYA) Ya, baiklah kita berhati-hati! Sekarang dia berada di antara kita aku dan kau. Kau tidak tahu – SEBAGAI SEORANG FAILASUF – perumpamaan yang mengatakan : “Bila laki-laki hanya berdua saja dengan perempuan, yang ketiganya pasti setan?”
SETAN : (BERBISIK KEPADA FAILASUF) Tidak selamanya. Malam ini aku disini dengan kau hanya kebetulan saja, seperti kau tahu.
FAILASUF : Ya aku tahu. (KEPADA SETAN)
ISTERI : (MENGIRA KATA-KATA ITU DITUJUKAN KEPADANYA) Kau tahu? Ya, memang, perumpamaan ini memang suatu kenyataan. Dan bukti adanya setan di tengah-tengah kita sekarang, dialah yang membujuk aku sekarang supaya merenggut tempat tinta yang didepanmu ini dengan cara begini. (CEPAT-CEPAT IA MERENGGUT TEMPAT TINTA) Dan akan kulemparkan dengan segala isinya ke kepala dan pakaianmu, dan buku-bukumu.
SETAN : (BERBISIK KEPADA FAILASUF) Kejam benar. Percaya kau bahwa aku yang mengatakan kepadanya supaya berbuat begitu?
FAILASUF : Tidak. Tentu aku tidak percaya.
ISTERI : (MENGANGKAT TEMPAT TINTA) Tidak percaya? Percayalah bahwa aku akan melakukan ini kalau tidak cepat-cepat menyerah tanpa syarat. Pula.
FAILASUF : (SUARA KERAS) Kau sudah gila?! Kau akan melemparkan tempat tinta ini dengan tintanya yang masih ada?!
ISTERI : Tinta merah sepert darah. Menyerahlah sekarang juga. Dan nyatakan kau tunduk total.
FAILASUF : Tunduk total?!
ISTERI : Dan tanpa syarat. Kalau tidak kulemparkan ini... (MENGERAK-GERAKKAN TANGANNYA) Tempat tinta ini...
FAILASUF : (SUARA KERAS) Apa ini?! Bom?! Bom atom?!
ISTERI : (MENGANCAM DENGAN TEMPAT TINTA) Terserah apa yang akan terjadi. Menyerah atau...
FAILASUF : (MENOLEH KEPADA SETAN MEMINTA TOLONG) Bagaimana pendapatmu?
SETAN : (BERBISIK) Pendapatku? Engkau menanyakan pendapatku, padahal kedatanganku kemari mau minta pendaptmu? Apa kepalamu yang ini yang mau berpikir untukku buat mencegah perang?
FAILASUF : Perang yang dalam kamarku (MENUNJUK KEPADA ISTERINYA). Dialah yang mengumumkan perang?
SETAN : (KELUAR) Aku kecewa behadapan dengan kau.
FAILASUF : Mau pergi kau? Dan meninggalkan aku berada dalam ancaman. Tolong, tolonglah aku.
SETAN : Biarlah aku menolong diriku sendiri lebih dulu dari tempat ini... sebelum bom atommu itu kalian lemparkan dalam kamar ini. (IA LARI KELUAR MELALUI PINTU SAMBIL MELAMBAIKAN TANGAN TANDA SELAMAT TINGGAL)

NASKAH : ABU, KARYA : B.SOELARTO.

PARA PELAKU :
TUAN X, USIA 48 TAHUN
NYONYA X, WANITA MANIS USIA 25 TAHUN
RUH ROMUSA, LELAKI USIA 30 TAHUN
DOKTER, LELAKI USIA 36 TAHUN
PELAYAN, WANITA USIA 27 TAHUN

Romusa-romusa
Yang tanpa kubur, tanpa nama
Bagi deritamu, bagi korbananmu:
Salam kasih sungkawa
Dan kutuk menghantu
Bagi yang tega korup
Atas nama arwahmu, keturunanmu
Atas abu darah siksamu

 AWAL MALAM.
DALAM SEBUAH RUANG KAMAR KERJA, LENGKAP DENGAN PERABOTANNYA YANG MEWAH, SERTA SEBUAH TELPON DIATAS MEJA KERJA SEBELAH SUDUT. DARI PINTU KAMAR TIDUR TUAN X KELUAR SAMBIL MELEPAS DASINYA. PELAYAN DARI PINTU KAMAR TAMU, PADA TANGAN KANANNYA TERGENGGAM SEBUAH BUNGKUSAN KECIL.
TAUN X : Mana Nyonya?
PELAYAN : Keluar kursus, Tuan.
TUAN X : Oo ya, aku lupa-lupa saja kalau dia lagi asik dengan kursus kecantikannya. Naik skuter apa sedan biru?
PELAYAN : Sedan biru tuan.
TUAN X : Apa itu yang kau pegang?
PELAYAN : Ini tadi dari nyonya. Pesan nyonya supaya disampaikan kepada tuan bila tuan sudah pulang lebih dulu. Nyonya bilang bungkusan ini diterima dari seseorang yang belum dikenalnya untuk disampaikan kepada tuan.
TAUN X : Ada suratnya?
PELAYAN : Cuma bungkusan ini saja.
PELAYAN MENYERAHKAN BUNGKUSAN, TERUS PERGI KEARAH PINTU KAMAR TAMU. TUAN X, MEMBUKA BUNGKUSAN. SEBUAH KOTAK KECIL, TERUS DIBUKANYA. TUAN X NAMPAK KEHERANAN MENGAMATI ISINYA.
TUAN X : Apa ini, abu melulu. Hah, kurang ajar siapa yang main-main ini.
TUAN X MELEMPAR ISI KOTAK, HINGGA ABU BETERBANGAN DAN SEBAGIAN MENGENAI MUKA. DENGAN GEMAS KOTAK DILEMPAR KELANTAI SAMBIL MEROGOH KANTONG CELANA, MENGELUARKAN SAPUTANGAN DISAPUKAN KEWAJAH. PADA SAAT ITU JUGA LAMPU LISTRIK DALAM RUANGAN ITU SEPERTI KENA GANGGUAN. PADAM SESAAT, NYALA LAGI. BERBARENG DENGAN MENYALANYA, RUH SUDAH HADIR. TEGAK BEBERAPA LANGKAH DIHADAPAN TUAN X.
RUH BERTUBUH KURUS, KOTOR. PAKAI KAOS DALAM LUSUH KOTOR YANG MASIH DIBEKASI DARAH KERING. BERCELANA PENDEK KUMAL BERTAMBAL. KAKI TELANJANG, DIBEKASI KUDIS DAN BOROK. PADA WAJAHNYA YANG SANGAT PUCAT SERTA BAGIAN LEHERNYA, MASIH NAMPAK TERLEKAT DARAH KERING.
TUAN X TERSENTAK KAGET MELIHAT KEHADIRAN RUH, MULUTNYA GEMETAR SAMBIL MELANGKAH MUNDUR. TUAN X HENDAK TERIAK KETAKUTAN, TAPI SUARANYA TERTAHAN DITENGGOROKAN. RUH MENATAP TENANG SAMBIL MERINGIS.
RUH : Menyesal sekali kehadiranku yang tak terduga sangat mengganggu, mengagetkan tuan.
TUAN X : Han...tu.....
RUH : Aku ini ruh. Ruh insan malang. Tepatnya, ruh insan yang pernah tuan melangkah.
TUAN X : Tidak! Aku belum pernah merasa membunuh orang.
RUH : Secara langsung, memang belum. Tapi akibat tindakmu disuatu waktu dalam masa lampau, beratus manusia tanpa dosa harus mati kelaparan. Atau mati dimakan kuman-kuman penyakit. Atau mati diujung pancung pedang, bayonet dan tembusan pelor, dinamit. Dan akulah ruh dari sekian arwah insan malang itu.
TUAN X : Bohong, bohong.......
RUH MERINGIS
RUH : Ruh tidak bisa dusta. Untuk mengingatkan tuan, lihatlah gambar wujud hayatku ini. Ingat tuan? Semasa kekuasaan tentara fasis merajalela menindas bangsa tuan, dengan mangaku sebagai “saudara tua”. Dan sebagian besar bangsa tuan yang sudah kelaparan masih dipaksa untuk menjadi “pekerja sukarela”, dalam jumlah beribu. Dan tuan berhasil mempersembahkan beratus orang, termasuk aku, untuk kepentingan sang saudara tua sebagai “romusa”.
TUAN X : Romusa !?!
RUH : Romusa, pahlawan tanah air, prajurit tanpa senjata. Berjuang sebagai satria bersama saudara tua. Pekerja sukarela yang gagah perwira. Rela korbankan jiwa raga demi nusa bangsa. Demi kebebasan bangsa-bangsa asia dari cengkraman imperialis. Demi kemakmuran Asia Timur Raya! Ingat? Betapa tuan menggelorakan kalimat-kalimat nan indah merdu itu, hingga kami terbius dan serentak teriak setuju!
RUH TERTAWA KECIL, MAJU SELANGKAH HINGGA TUAN X DENGAN GEMETAR KETAKUTAN MELANGKAH MUNDUR, DAN SAPUTANGAN DALAM GENGGAMANNYA JATUH TERLEPAS. BIBIRNYA BERGERAK GEMETAR, HENDAK BICARA TAPI DITIMPA SUARA RUH.
RUH : Lalu kami baru sadar tertipu propaganda palsu, setelah kami jadi kerangka hidup seperti gambaran wujud hayatku. Kami diperlakukan lebih nista tertimbang keledai tua. Tapi terlambat, mulut kami sudah dibungkam derita yang tak mungkin dilukiskan dengan kata. Dalam cengkraman tangan besi tentara fasis yang mengaku saudara tua. Dan kami mati nista, tanpa kubur, tanpa nisan, tanpa nama.
TUAN X : Tidak! Itu bukan tanggung jawabku.
RUH MERINGIS
RUH : Ingat? Berapa banyak keluarga kami yang tumpas tanpa katurunan, tanpa bekas.
TUAN X : Itu bukan tanggung jawabku.
RUH : Ingat? Betapa kau selalu beritakan pada biniku yang manis, bahwa aku telah “gugur pecah sebagai ratna” dinegeri rantau. Lalu kau ambil biniku yang manis untuk pelepas nafsu. Lalu dengan dalih palsu kau lempar dia kepasar “gula-gula” serdadu-serdadu fasis. Untuk kemudian musti mati dipuncak segala kenistaan, akibat penyakit kotor. Apakah itu semua juga bukan tanggung jawabmu?
TUAN X : Itu salah dia sendiri.......
RUH TERTAWA PALSU.
RUH : Sudah tersurat, bahkan dialam baka, mereka yang celaka akan masih mencoba lemparkan tanggung jawab diri pribadi pada orang lain. Tapi tuan, jangan takut. Aku bukan hendak menuntut tanggung jawab. Aku sama sekali tidak behak untuk itu. Kehadiranku, Cuma untuk mengingatkan ingatanmu.
RUH MERINGIS MAJU SELANGKAH LAGI, HINGGA TUAN X YANG MELANGKAH MUNDUR MEMBENTUR MEJA KERJA. TUAN X TAMBAH KETAKUTAN, SUARANYA GAGAP, TERIAK.
TAUN X : Jangan....jangan cekik aku!
RUH : Jangan takut, jangankan mencekik, menjamah jasad tuan pun aku tak kuasa melakukan.
MENDENGARKAN TERIAKAN, PELAYAN BURU-BURU MASUK KERUANG KAMAR KERJA. PELAYAN KAGET KEHERANAN MELIHAT SIKAP TUAN X.
PELAYAN : Ada apa, tuan.
TUAN X : Tolong.....tolong.....ada hantu!
PELAYAN TERSENTAK, IKUT KETAKUTAN
PELAYAN : Hantu!?! Ma...mana...mana hantunya....
TUAN X : Dimukaku, tolol! Tolong, usir dia! Setan ini mau bunuh aku.
PELAYAN : Setan!?! Tuan...tuan keranjingan setan!?!
PELAYAN DENGAN KETAKUTAN LARI KELUAR. RUH YANG MENYAKSIKAN ADEGAN ITU HANYA MERINGIS LEBAR. DAN BEGITU PELAYAN PERGI, BEGITU RUH BICARA.
RUH : Nah sementara dia minta pertolongan, kita bisa teruskan pembicaraan ini.
TUAN X : Cukup sudah, sekarang enyah kau!
RUH : Sayang sekali, aku masih enggan pergi. Sebab masih ada hal yang musti kusampaikan. Hal tuan sekarang bisa hidup dalam nikmat kemewahan gemilang.
TUAN X : Itu bukan urusanmu!
RUH : Sayang sekali bahwa aku justru merasa ikut berkepentingan.
TUAN X : Semua ini kucapai bekat usahaku sendiri.
RUH : Tapi ada segi yang menyangkut kami arwah romusa yang dulu tuan kerahkan. Sebab bukankah modal berjuta untuk usaha niaga tuan ini, tuan peroleh dengan mempergunakan atas nama romusa korban perang dan keluarganya, bukankah duit ganti rugi yang sangat besar ini tuan peroleh justru karena tuan mengaku mewakili arwah kami dan keluarga kami?
TUAN X : Kalau kau hendak menggugat, gugatlah pihak yang berwenang.
RUH : Aku bukan hendak menggugat. Aku Cuma mau mengingatkan ingatan tuan.
TUAN X MENDADAK MEMPEROLEH KEKUATAN MENGUASAI DIRI, DAN MENCOBA KETAWA.
TUAN X : Oho mengingatkan? Baik-baik, kalau begitu ingatkanlah pemerintah.
RUH : Kami tidak lagi berurusan dengan pemerintah dan organisasi apa saja yang ada dialam fana. Itu urusan kalian penghuni dunia.
TUAN X : Jadi kenapa kau hendak juga berurusan dengan aku, hah?
RUH : Oo itu perkara lain. Sebab dengan tuan, urusannya bersifat pribadi.
TUAN X : Urusan pribadi katamu? Hoo tidak, aku tidak punya urusan pribadi dengan hantu.
RUH : Sulitnya, justru aku merasa punya urusan pribadi dengan tuan. Kalau tidak, buat apalah kehadiranku ini.
TUAN X : Dengar, kau memamerkan dirimu disini tanpa kuminta, tanpa kuundang. Jadi persetan dengan urusanmu. Sekarang, enyah kau!
RUH : Bagaimanapun juga takkan dapat tuan ingkari bahwa khusus antara aku dan tuan masih ada urusan.
TUAN X : Kalaupun ada, baik. Itu urusan kelak kita rampungkan dialam baka.
RUH : Kehadiranku bukan untuk merampungkan urusan itu. Soal penyelesaian urusan itu, diluar kemampuanku.
TUAN X TAMPAK MAKIN MENJADI BERANI, SAMBIL MENGACUNGKAN TELUNJUK TANGAN KANANNYA KEARAH RUH, IA BERSERU.
TUAN X : Kau mau peras aku ya!
RUH TERTAWA KECIL PARAU.
TUAN X : He, apa yang kau rasakan lucu, hah.
RUH : Tuan lupa bahwa ruh menganggap seluruh harta dunia fana samasekali tak ada nilai dan manfaatnya.
TUAN X : Lalu kau mau apa!?!
RUH : Duduklah tuan.
TUAN DENGAN KESAL MENURUTI DUDUK.
RUH : Ingat? Tatkala tuan hendak memperoleh duwit ganti rugi yang berjuta jumlahnya, tuan nyatakan janji bahwa kesemuanya adalah untuk kepentingan “kesejahteraan keluarga romusa”. Untuk memberikan tunjangan sosial pada sisa keluarga kami yang masih ada. Memberi beasiswa pada anak keturunan kami yang masih tersisa. Dan berbagai dana sosial lainnya. Mengumpulkan tulang belulang kami yang tersebar ditanah air dan dirantau. Untuk lalu dikubur dengan upacara agama, dengan nisan dan tugu kenangan segala. Sekarang, sudahkah semua itu tuan penuhi?
TUAN X : Itu.....itu.....akan...ya, akan kupenuhi pada saatnya. Ya, itu aku ingat, dan akan kupenuhi......
RUH : Dengan janji.
TUAN X : Tidak! Akan kupenuhi janji itu. Akan.
RUH : Akan? Bila?
TUAN X : Bila saatnya tiba.
RUH TERTAWA KECIL PARAU.
RUH : Jadi kenapa sekarang seluruh kekayaan itu sudah tuan nyatakan atas nama pribadi.
TUAN X : Oo, itu Cuma soal administrasi. Ya, untuk sementara saja kupinjam.
RUH : Pinjam? Ya, ya, semua harta yang ada didunia fana bersifat sementara. Semua adalah pinjaman. Soalnya bukan itu. Soalnya aku hendak mengingatkan bahwa tuan telah culas dan dusta. Tuan telah catut nama bahkan mayat sijelata, untuk memperoleh harta berjuta guna tuan miliki dan nikmati sendiri. Sementara tuan masih tega berlagak sebagai pembela sijelata yang malang. Tuan, masih banyak manusia senilai tuan yang sempat nikmati harta haram secara terhormat sampai saat mati. Tapi sebagai yang tersurat, ingat! Semua harta haram itu akan bicara sendiri dan tidaklah mungkin bagi tuan untuk mengelak diri.
TUAN X : Harta haram?!? Jika benar begitu, aku sudah lama gulung tikar. Kenyataannya sebaliknya. Hartaku bertambah. Namaku tambah dihormati. Senua orang tau aku hartawan yang dermawan.
RUH : Tuan pikir seperti bocah saja. Tidak kurang insan yang menyimpan kejahatan malah beroleh kejayaan dan kehormatan dialam fana.
TUAN X : Kau ini memangnya hendak memberikan khotbah ya.
RUH : Aku Cuma mau mengingatkan ingatan tuan dalam hubungannya dengan arwah kami. Selanjutnya tuanlah yang menentukan pilihan langkah tuan sendiri.
TUAN X TERTAWA
TUAN X : Sudah, aku tidak pelukan khotbahmu. Akalku waras. Kalaupun aku sudah melangkah kelangkah sesat, itu bisa kuperbaiki kelak dengan bertaubat.
RUH : Bertaubat? Ya, bahkan sudah tersurat, mereka yang celaka, yang sesat, kelak diakhirat akan mohon diberi kesempatan sekali lagi hidup dialam fana, hanya untuk bertaubat.
TUAN X BANGKIT DENGAN PERASAAN DONGKOL
TUAN X : Aku tadi bilang, aku akan bertaubat tidak diakhirat. Tapi disini, didunia ini, dalam hidupku. Bukan dalam matiku.
RUH TERTAWA KECIL PARAU
RUH : Adakah tuan punya pengetahuan yang dapat memastikan bila saat kematianmu tiba? Oo, fikirkan tuan sudah tidak berakal lagi.
TUAN X : Setan, kau tuduh aku sudah sinting ya!
PADA SAAT ITU JUGA NYONYA X MUNCUL DIIKUTI PELAYAN. KEDUA WANITA ITU KEHERANAN MELIHAT SIKAP TINGKAH TUAN X. NYONYA X NAMPAK CEMAS SEKALI.
NYONYA X : Mas, mas, ada apa....
TUAN X TEKEJUT MELIHAT KEHADIRAN ISTERI DAN PELAYANNYA. BURU-BURU IA MENGHAMPIRI ISTERINYA SAMBIL MENUDINGKAN TANGAN KANANNYA KEARAH RUH YANG TEGAK MENATAP KETIGA MANUSIA ITU DENGAN SIKAP TENANG TENANG.
TUAN X : Dinda, dia itu, dia setan celaka itu bilang aku sudah sinting.
NYONYA X TERSENTAK, DAN TAMBAH CEMAS, SERAYA MENJERIT KECIL.
NYONYA X : Setan!?!
TUAN X : Ya setan, hantu. Itu dia ada disana, lihat dia meringis. Lihat....
NYONYA X : aku cuma lihat tembok.
TUAN X : Jadi kau tidak lihat dia? Ooo....
TUAN X MENGHAMPIRI PELAYAN YANG DENGAN CEMAS TAKUT SETENGAH BERSEMBUNYI DIBELAKANG NYONYA X.
TUAN X : Kau...kau, tentu kau lihat itu, kan.
PELAYAN : Ti....tidak tuan.
TUAN X : Celaka!!!!
RUH : Cuma tuanlah, yang bisa lihat dan dengar bicaraku.
TUAN X DENGAN SIKAP MARAH CEPAT MEMBALIK BADANNYA, MELOTOT KEARAH RUH SAMBIL TERIAK.
TUAN X : Tutup mulutmu!
NYONYA X : Mas! Aku tidak bicara apa-apa.
TUAN X MEMBALIK LAGI, SAMBIL MENGHEMBUSKAN KELUHAN PANJANG.
TUAN X : Bukan kau dinda yang kusuruh tutup mulut, tapi hantu celaka yang disana itu.
NYONYA X : Disana mana? Mana?!? Aku Cuma lihat tembok, mas.
RUH TERTAWA KECIL PARAU, YANG MENYEBABKAN TUAN X DENGAN MERADANG MEMBALIK, MAJU BEBERAPA LANGKAH DENGAN TINJU AMARAHNYA DITUJUKAN KEARAH RUH.
TUAN X : Kau tertawakan aku ya!
NYONYA X : Tidak ada yang ketawa, mas.
TUAN X MEMBALIK LAGI, MENGHAMPIRI ISTERINYA DENGAN KESAL
TUAN X : Ya, kau tau bukan kalian yang ketawa, tapi setan jahanam itu!
KEMUDIAN DENGAN SEGALA AMARAHNYA TUAN X TERIAK.
TUAN X : Enyah kau, enyah!
NYONYA X : Mas, kau mengusir aku, mas?
TUAN X JADI TAMBAH KESAL, NAMUN CEPAT IA LAYANI ISTERINYA YANG NAMPAK KESAL CEMAS.
TUAN X : Sendat aku jadinya.
PELAYAN CEPAT MENGHADAP NYONYA X, BERKATA DENGAN SUARA KETAKUTAN.
PELAYAN : Nyonya sudah lihat sendiri keadaan tuan. Pasti keranjingan setan, atau kena tenung sihir.
NYONYA X MENGANGGUK-ANGGUK DAN DENGAN MASIH DIPENUHI KECEMASAN IA TERUS MEMANDANG SUAMINYA, YANG KARENA MENDENGAR SUARA PELAYAN LALU MENGHARDIK.
TUAN X : Apa aku bilang tadi!
RUH : Keranjingan setan.
TUAN X MENGHANTAMKAN TINJUNYA KEATAS MEJA SAMBIL TERIAK KEARAH RUH.
TUAN X : Tutup mulut!
NYONYA X : Aku tidak bicara apa-apa, mas.
TUAN X : Ooo, bukan kau dinda, bukan kau.
NYONYA X : Mas mungkin sekali kau kena guna-guna jahat.
TUAN X : Tidak. Aku ketamuan ruh. Ruh seorang romusa celaka.
NYONYA X : Ruh apa, mas.
TUAN X : Ruh romusa. Tapi ah, apa perlunya semua ini kukatakan. Waktu itu usiamu mungkin baru sepuluh tahun, kau belum tau apa itu romusa. Sekarang yang penting, lekas tolong aku. Bawa kemari , dukun atau kyai, atau siapa saja untuk mengusir hantu itu. Lekas dinda, pakai mobil. Lekas!
NYONYA X MENGANGGUK, TERUS CEPAT-CEPAT KELUAR DIIKUTI PELAYAN. BEGITU KEDUA WANITA ITU PERGI, BEGITU RUH KETAWA KECIL PARAU.
TUAN X : Kau...kau mau apalagi, mau apalagi!!!
RUH : Cuma mau pamit. Kita berpisah untuk sementara waktu.
TUAN X : Apa maksudmu dengan sementara waktu, hah. Kau mau kembali ganggu aku seperti sekarang ini, begitu!?!
RUH : Tidak usah tuan kuatirkan. Kita mungkin masih akan saling berjumpa lagi, dialam baka kelak. Itu yang kumaksudkan dengan perpisahan sementara waktu.
RUH MELANGKAH KEPINTU RUANG TAMU. DIAMBANG RUH HENTI SESAAT, SAMBIL MERINGIS LEBAR KEARAH TUAN X YANG SUDAH LESU.
RUH : Selamat berpisah.
RUH TERUS KELUAR, TUAN X MEMIJATI DAHINYA SAMBIL TERKULAI DIKURSI. TANPA MENGHIRAUKAN KEPERGIAN RUH, TUAN X MEMBERI ISYARAT DENGAN TANGAN KIRINYA. ISYARAT MENGUSIR.
TUAN X : Pergilah, pergilah, aku lagi sendat.
TUAN X MENUTUP MUKA DENGAN KEDUA GENGGAM TANGANNYA. LALU IA KETAWA SENDIRI, SEPERTI ORANG GELI. PADA SAAT ITU JUGA NYONYA X MUNCUL DIIKUTI DOKTER YANG MEMBAWA TAS DOKTER. KEDUA ORANG ITU MENATAP TUAN X YANG MASIH BELUM MENGETAHUI KEHADIRAN MEREKA. TUAN X TERUS KETAWA GELI.
TUAN X : Pergilah, pergilah.
NYONYA X : Mas kau usir aku lagi?
DOKTER CEPAT MEMBERI ISYARAT KEPADA NYONYA X, AGAR TIDAK MELAYANI SUAMINYA, YANG DIBALAS DENGAN ANGGUKAN OLEH NYONYA X. BERSAMAAN DENGAN GERAKAN KEPALA TUAN X MENEGADAH, MEMANDANG KEDATANGAN ISTERINYA DAN DOKTER. TUAN X MELEMPAR SENYUM KEARAH ISTERINYA.
TUAN X : Syukurlah sekarang si hantu celaka itu sudah pergi. Barusan aku bilang “pergilah”, maksudku menyilahkan si hantu pergi. Karena dia sudah mohon diri. Tapi siapa lelaki yang kau bawa ini. Untuk seorang dukun, kyai, dia terlalu modern potongannya.
NYONYA X : Oo ini dokter mas. Dokter penyakit jiwa.
TUAN X TERSENTAK, TAJAM PENDANGNYA MENATAP DOKTER.
TUAN X : Dokter penyakit jiwa. Tidak tuan, aku bukan orang sinting. Aku tidak perlukan tuan dokter. Eh, rupanya isteriku salah alamat ambil tuan dokter. Dan sekali lagi tuan tidak berhadapan dengan pasien sinting. Jadi sebaiknya tuan dokter pulang saja. Selamat malam.
TUAN X KETAWA KECIL SAMBIL MEROGOH SAKU CELANA.
TUAN X : Tunggu dulu. Eh, terima dulu sekedar ongkos perjalanan tuan.
TUAN X MENGELUARKAN LEMBARAN-LEMBARAN UANG BESAR, DAN MENGHITUNGNYA. MELIHAT GELAGAT SUAMINYA. NYONYA X MENGHAMPIRI DOKTER DENGAN MERAMAH.
NYONYA X : Maafkan dokter, dia tidak bermaksud menghina dokter.
DOKTER : Oo ya ya. Aku sudah biasa menghadapi orang-orang yang bersikap aneh. Aku maklum, nyonya.
TUAN X SAMBIL KETAWA KECIL MENYODORKAN UANG KEPADA DOKTER.
TUAN X : Isteriku benar. Aku tidak bermaksud menghina tuan. Terimalah ini semua. Eh, sekedar ganti rugi.....
MENDADAK TUAN X BEROBAH WAJAHNYA. MELOTOT MATANYA MENATAP LEMBARAN-LEMBARAN UANG YANG MASIH DALAM GENGGAMANNYA. KETAKUTAN MENGHANTUI HATINYA.
TUAN X : Ganti rugi!?! Ganti rugi romusa celaka. Celaka.
TUAN X MELEMPAR LEMBARAN-LEMBARAN UANG, SEOLAH MELEMPAR BARANG NAJIS DARI GENGGAMANNYA. PANDANGANNYA TERUS TERTUJU PADA UANG YANG BERSERAKAN DILANTAI. PEROBAHAN MENDADAK NAMPAK PADA WAJAHNYA, DARI SIKAP TAKUT MENJADI SIKAP BERANI.
TUAN X : Persetan, haram atau tidak. Semua ini kuperoleh dari hasil perahan akalku. Dan harta adalah harta. Nikmat!
LEDAK TAWA TUAN X TANPA MEMPERHATIKAN PANDANGAN ISTERINYA DAN DOKTER, IA DENGAN LANGKAH TERHUNYUNG MASUK KEDALAM KAMAR TIDUR SAMBIL MENJERIT TAWANYA.
NYONYA X : Dokter, ia nampak sangat parah.
DOKTER : Aku akan cepat bertindak, nyonya.
DOKTER BURU-BURU KEKAMAR TIDUR DIIKUTI NYONYA X.
WAKTU SIANG. DALAM RUANG YANG SAMA. DOKTER, TENANG MEMPERHATIKAN NYONYA X YANG RESAH MELANGKAH HILIR MUDIK.
NYONYA X : Hem, jadi keadaannya bertambah parah, dokter?
DOKTER : Belakangan ini langkah daya fikirnya masih terus didesak mundur oleh daya khayal perasaannya. Sedemikian rupa hingga memperlihatkan gejala bahwa ia kini telah terlepas dari kontrol akalnya. Meski kadangkala ia berhasil membebaskan diri dari ilusi yang menghantui. Namun kekuatannya sudah tambah melemah. Nyonya, suami nyonya kini tengah dibayangi kegelapan batin. Satu khayali jahat yang mendadak lahir dari kenangan masa lampaunya pada suatu waktu, kini terus memburu dan mendera batinya pada perasaan ketakutan yang amat sangat. Pada perasaan dosa yang sangat menyiksa.
NYONYA X DUDUK SAMBIL MENGHEBUSKAN NAFAS KELUHAN.
NYONYA X : Kalau begitu, kini dia sudah tidak normal lagi. Begitu dokter?
DOKTER MENGANGGUK.
NYONYA X : Apa sekarang dia sudah.....sudah gila?
DOKTER : Aku tidak bisa menyebut demikian, nyonya.
NYONYA X : Tapi apakah mungkin ia akibat keparahannya lalu menjadi gila?
DOKTER : Semua serba mungkin terjadi, nyonya. Namun secara pribadi aku lebih cenderung untuk menyatakan kemungkinan yang baik. Kemungkinan sembuh. Meski itu akan memerlukan waktu lama juga. Nyonya, harus ketahui bahwa sebab utama yang mengakibatkan dia terserang gangguan jiwa, adalah suatu kenangan hitam dari masa lampaunya pada babak sejarah hidupnya yang tertentu. Karenanya ijinkan aku bertanya, apa yang nyonya ketahui tentang masa lampaunya.
NYONYA X : Sayang amat dokter, boleh dikata aku tidak tau apa-apa tentangnya.
DOKTER : Nyonya, tidak tau apa-apa?!?
NYONYA X : Nampaknya kurang meyakinkan dokter, bukan? Namun begitulah. Yang aku tau, ialah bahwa ia seorang duda. Pernah empat kali beristeri. Selalu diakhiri perceraian. Tanpa meninggalkan anak keturunan. Lagi yang aku tau, suamiku rupanya tak lagi punya anak kerabat. Tentang masa lampaunya? Dia tidak pernah bicara. Dan akupun tidak pernah berusaha untuk mengetahuinya. Sebab bagiku yang penting adalah masa kini dan masa depan. Satu hal lagi dokter. Aku nikah dengannya baru berbilang dua tahun ini.
DOKTER : Hem, baiklah nyonya. Keterangan nyonya tadi sangat berharga. Namun aku senantiasa masih mengharap keterangan-keterangan yang bersifat pribadi tentang suami nyonya. Keterangan-keterangan mana akan sangat bermanfaat untuk menentukan terapi. Yang pasti akan sangat membantu kemungkinan perubahannya.
DOKTER BANGKIT HENDAK PERGI, NYONYA X IKUT BANGKIT, CEPAT MENUKAS.
NYONYA X : Dokter, sebagai tuan ketahui akulah satu-satunya wakil pribadi suamiku yang hak. Dan karena keadaan suamiku sekarang, aku mau tidak mau harus mewakilinya dalam segala urusan yang berhubungan dengan kekayaannya. Baik modal yang ditanam diberbagai bank diluar maupun dalam negeri. Serta modalnya diberbagai perusahaan besar. Untuk itu dokter, sangat kuperlukan surat keterangan dokter perihal keadaan suamiku.
DOKTER : Ya, apa yang nyonya perlukan akan segera kusiapkan nanti.
NYONYA X : Terima kasih.
DOKTER MENUJU KEPINTU DIIRINGI NYONYA X.
DOKTER : Selamat siang, nyonya.
NYONYA X : Selamat siang, dokter.
DOKTER TERUS PERGI. SESAAT NYONYA X TEGAK MENATAP KEARAH PINTU KAMAR TAMU. NAMPAK PEROBAHAN PADA WAJAHNYA. RASA SENANG MEMBAYANG PADA SENYUMNYA. LALU IA MEMBALIKKAN BADAN, LAMBAT-LAMBAT MELANGKAH SAMBIL BICARA PADA DIRI SENDIRI.
NYONYA X : Kesempatan yang tak terduga untuk menikmati harta berjuta ini, ditanganku sendiri. Dan dengan keterangan dokter akan segera kutuntut perceraian dari cengkraman si tua. Dengan alasan gila, aku akan jadi pewaris tunggal seluruh kekayaan yang berlimpah ruah ini. Dan akan kupakai bernikmat dengan caraku sendiri. Pemuda-pemuda tampan sudah terlalu lama menantiku.
NYONYA X SAMBIL SENYUM RIA MELANGKAH KEPINTU KAMAR TIDUR, TAPI BELUM LAGI IA MASUK, MENDADAK MUNCULLAH DARI PINTU KAMAR TAMU TUAN X DALAM PAKAIAN RUMAH SAKIT JIWA.
TUAN X : Selamat bersua lagi, dinda tercinta.
NYONYA TERSENTAK KAGET. KEKAGETANNYA SEKALIGUS MEMATIKAN SEGALA GAMBARAN PERASAAN RIANYA. IA MEMBALIK, NAMPAK RASA TAKUT PADA SOROT MATANYA TATKALA MELIHAT SUAMINYA SUDAH TEGAK BEBERAPA LANGKAH DIHADAPANNYA. TUAN X MERINGIS LEBAR.
TUAN X : Mari kemari dinda....
NYONYA X : Kau.....kau.....
TUAN X : Ya, aku suamimu. Bukan setan, bukan hantu.
NYONYA X : Dari kandang gila.
TUAN X KETAWA.
TUAN X : Seperti yang kau lihat, aku pakai uniform khusus untuk penghuni kandang gila. Doktermu dan pembantu-pembantunya terlalu lengah, hingga dengan mudah aku bisa lolos. Ya, dokter terlalu ceroboh, hingga barusan tadi keluar ia tak bisa mencium bahwa sudah ada sembunyi dalam rumah ini. Eh, kau senang dinda.
NYONYA X : Ya, mas. Tapi kau...kau sebaiknya istirahat dulu.
TUAN X : Nasihat yang baik, dinda. Tapi tentu tidak dikandang gila.
NYONYA X : Mas, kau harus mengerti....
TUAN X : Bahwa aku sinting!?!
TUAN X KETAWA KECIL.
TUAN X : Ya, aku tau bahwa kau senang. Tapi bukan karena aku kembali. Melainkan kerena aku jadi sinting. Bukankah benar dugaanku itu, dinda?
NYONYA X CEPAT MELANGKAH KEMEJA KERJA HENDAK MERAIH TELPON. TAPI TUAN X CEPAT MEMBURUNYA, HINGGA ISTERINYA MUNDUR MEMBATALKAN MAKSUDNYA. TUAN X TERUS DUDUK DIKURSI KERJA, SAMBIL TAJAM MENATAP ISTERINYA YANG NAMPAK TAKUT. TUAN X MERINGIS LEBAR, WAJAH DAN SOROT MATANYA MENJALANKAN PENUH DENDAM.
TUAN X : Kita memang pasangan yang serasi. Cocok, lagi ideal. Aku dengan watakku yang korup, serakah. Kau dengan watakmu yang culas, serong.
NYONYA X TERSENTAK, WAJAHNYA MEMERAH DIBAKAR AMARAH.
NYONYA X : Jangan bicara ngawur.
TUAN X TERTAWA KECIL. TELUNJUKNYA DITUDINGKAN KEARAH ISTERINYA.
TUAN X : Mari, jangan sembunyikan watak kucingmu dibalik bedak dan gincumu. Jangan sembunyikan bau apekmu dibalik taburan parfum. Jangan kira aku tidak tahu bahwa kau mau kukawinkan karena harta karun yang melimpah ini. Karena kau mengharap akan jadi ahli waris yang bakal memiliki harta karunku ini. Dan kini kau fikir segala harta ini sudah tinggal kau petik lagi. Bukan demikian dinda tercinta, dinda tersayang?
NYONYA X : Sudah!!! Kau sudah tidak waras lagi. Dan aku tidak sudi jadi bini orang sinting! Bagimu sudah tidak ada lagi tempat didunia ini, selain dirumah gila. Bagimu sudah tak ada lagi hak untuk memiliki segala harta ini. Hidupmu tamat sudah. Kau sudah mati dalam hidup!
NYONYA X MELANGKAH HENDAK KELUAR LEWAT PINTU KAMAR TAMU. TAPI LANGKAHNYA TERHENTI TATKALA TUAN X MENDADAK MENGELUARKAN PISTOL DARI LACI MEJA KERJA, DAN DITODONGKAN KEARAHNYA.
TUAN X : Tapi pasti mataku belum buta. Selangkah lagi kau bergerak, jantungmu yang lancung akan kurobek-robek dengan pelor timah ini.
TUAN X BANGKIT, DENGAN GERAK KASAR MELANGKAH SAMBIL MENODONGKAN PISTOL DENGAN MATA YANG PENUH DENDAM. NYONYA X TIDAK TAHAN LAGI MENGHADAPI, IA TERUS LARI KELUAR. TUAN X MEMBURU, HENTI DIAMBANG PINTU, TERUS MENEMBAKKAN PISTOL BEBERAPA KALI, DIIRINGI SUARA JERITAN NYONYA X.
LALU SEPI SESAAT. TUAN X MENATAP KEARAH KAMAR TAMU, DIMANA ISTERINYA SUDAH MENGGELETAK MATI.
SAMBIL MENIMANG-NIMANG PISTOL TUAN X KETAWA KECIL. LALU BICARA SENDIRI.
TUAN X : Kita memang pasangan yang serasi. Cocok, lagi ideal untuk pengisi neraka jahanam. Mari kita angkut seluruh harta terlaknat ini kekubur kelam. Tunggu sebentar lagi dinda, sebentar lagi. Sebelum kau kususul dengan jalan singkat lewat pelor yang akan kutembuskan keotakku. Aku akan ringkaskan dulu seluruh hartaku, seringkas-ringkasnya dalam bentuk.......abu! Ya, abu! Harta ini dihitami abu bangkai-bangkai manusia, dan akan kubawa kekubur bersama abu bangkai kita bersama.
TUAN X TAWANYA MENGGILA KALAP. TERHUYUNG IA MENUJU KEPINTU KAMAR TIDUR, HENTI SESAAT DIAMBANG.
TUAN X : Disana dalam almari besi benteng penyimpan seluruh kunci harta jahanam. Mari kita angkut kekubur kelam dalam abu dalam abu!!!
TUAN X TERUS MASUK MENJERET TAWANYA YANG MENGGILA.